Senin, 04 April 2022

Saumu dalam Literasi Psikologi

 

SAUMU DALAM LITERASI PSIKOLOGI

[Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]

 

Saumu/ puasa dalam literasi al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW telah ada sepanjang peradapan manusia. Nabi adam AS berpuasa. Saumunya Nabi Adam AS dikenal dengan puasa pertenggahan bulan, puasa ayyamul bidh (أيام البيض). Saumunya Nabi Nuh AS saat berada di kapal dalam rangka menyelamatkan pengikutnya dari banjir besar. Nabi  Musa AS juga saumu 40 hari saat bermunajab di gunung Tursina.

 

Selama di penjara Nabi Yusuf AS juga melakukan saumu, Nabi Ibrahim AS berpuasa saat di lemparkan kedalam api, dalam kobaran api yang membakar Nabi Ibrahim AS berdoa, doanya dikabulkan akhirnya sifat api membakar dan panas dicabut seketika oleh Allah SWT, panas api berubah menjadi dingan dan tidak membakar.

 

Nabi Daud AS juga saumu, saat kita kenal dengan puasa daud, puasa satu hari, berbuka satu hari. Nabi Ayub AS dan Nabi Syuib AS juga saumu. Nabi Ayub AS hidup serba berkekurangan dan mendapat penyakit menahun, Nabi Syuib AS hidup sangat sederhana, beliau Nabi yang termasuk banyak berpuasa, puasa bagi Nabi Syuib dan Ayub untuk sarana untuk mendekatkan diri dan bertqwa kepada Allah SWT.

 

Puasa dalam litersi Yunani dan Romawi Kuno juga ada, puasa masa Mesir Kuno dan Cina Kuno. Rata-rata mereka berpuasa untuk mendapat kebugaran dan kesehatan. Puasa bagi mereka juga untuk diet atau sebatas menguranggi makan dengan ketat. Cara berpuasa mereka beragam bentuk rupanya.

 

Kembali kepada saumu,  saumu  dalam literasi Islam  dilakukan oleh Nabi Muhammad Rasulullah SAW selama satu bulan penuh di bulan ramadhan. Ramadhan merupakan bulan ke sembilan (9) pada penanggalan tahun hijriah, karena dilaksankan di bulan ramadhan dinamai “Syahru Ramadhan” (Baca Qs. al-Baqarah [2] 185).

 

Saumu atau puasa dalam literasi Bahasa Arab adalah ash-Shiyam  yang berarti menahan. Sedangkan secara istilah, ash-Shiyam adalah beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menahan diri dari makan, minum dan hal-hal yang akan membatalkan puasa, dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

 

Dari uraian di atas dirumuskan pengetahun saumu dalam persektif Psikologi Islam. Saumu dalam literasi psikologi dipahami sebagai kemampuan dasar diri, hati, dan jiwa dalam psikologi sufi.

 

Berdasarkan keberadaan puasa sepanjang peradapan manusia di atas dan devinisi saumu dalam literasi Bahasa Arab tadi, maka puasa itu tidak hanya sebatas tidak makan dan minum disiang hari selama bulan ramadhan saumu, tapi merupakan aktifitas mental yang dalam pada pengendalian diri, hati, dan jiwa dengan melibatkan tiga atribut (kekuatan) psikologis self-control dan self-regulation serta peran self-efficacy dalam menumbuhkan berkeyakinan (beraqidah/ tauhid) yang murni dalam ber-Islam Kaffah.

 

Tiga kekuatan diri self-control dan self-regulation serta peran self-efficacy merupakan daya kekuatan psikologis yang didasari pada syari’at Islam, langsung berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullaah SAW, serta ijtihad dari para mujtahid yang bersinergi menumbuhkan ketaqwaan diri, hati, dan jiwa.  Hal ini sesuai dengan pesan Allah SWT dalam ayat tentang perintah berpuasa Qs. al-Baqarah [2] 185.

 

 

Penutup tulisan hari ini. … Ya Allah, jangan siksa kami karena lupa atau bersalah. Ya Allah, jangan bebankan pada kami beban berat seperti Kau bebankan pada orangorang sebelum kami. Ya Allah, jangan Kau pikulkan pada kami apa yang tidak sanggup kami pikul. Ampunilah dan maafkan kami, serta rahmatilah kami. Kaulah Penolong kami, maka tolonglah kami untuk mengalahkan orangorang kafir🤲 (QS. AlBaqaroh [2] 286)*

 

 

Kampus 2 UAD Jogjakarta

Tanggal 3 Ramadhan  1443 H/ 04 April 2022 H.

 

Salam Abdoellah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar