Jumat, 15 April 2022

Diri yang Masih Berjarak

DIRI YANG MASIH BERJARAK

[Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]*

 

Jumat satu hari menjelang ramadhan 1443 ini, saya bertugas menjadi khatib jumat di satu masjid, di masjid tersebut saya telah empat tahun bertugas sebagai khatib dan imam.

 

Khutbah dua bulan sebelumnya, pada saat datang saya lihat simbol/ tanda syaf-syaf shalat berjarak telah dibuka. Rupa saat itu merupakan jumatan pertama di masjid tersebut kembali syaf-syaf shalat berjemaah dirapatkan. Pengurus atau takmir masjid telah bersepakat membuka pembatas syaf shalat berjarak dan jemaah mulai diminta merapatkan syaf-syaf shalat mereka.

 

Saat khutbah dimulai spontan  kesadaran qalbiah saya, hadir dan membangunkan literasi kesadaran ilahiyah untuk segera mendorong jemaah jumat, berikhtiar kembali merapakan syaf-syaf shalat sesuai al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai standar rapatnya syaf-syaf shalat berjemaah.

 

Lahir dari lisan saya seketika membangkitkan kesadaran ilahiyah diri dan jemaah jumat untuk senantiasa berikhtiar merapatkan syaf-syaf shalat. Materi ini sebenarnya tidak sejalan dengan materi khutbah yang dipersiapkan sebelumnya.

 

Dalam khutbah tersebut saya sapaikan kepada jemaah, era syaf-syaf shalat berjarak telah berkhir. Syaf-syaf shalat berjarak satu sampai dua meter  bermashab WHO telah dibatalkan secara hukum (al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah SAW).

 

Terkait syaf-syaf shalat berjarak ini, apapun alasanya saya menyakini merenggangkan syaf atau membuat syaf-syaf shalat berjarak merupakan satu hal yang keliru adanya (Marilah Bertobat!).

 

Walaupun akal dan pengetahuan yang ada membenarkan. Akal dan pengetahuan yang membenarkan ini belum tertuntun sepenuhnya oleh Iman dalam ber-Islam kaffah. Seperti ber-Imanya Umar bin Khatab RA dan  Khubaid bin Abdi RA dalam ber-Islam kaffah. Khubaid bin Abdi RA adalah syahid pertama yang dimutilasi oleh orang-orang kafir qurais.

 

 

Kembali pada jumat satu hari menjelang ramadhan 1443 ini. Pada saat itu diawal ramadhan, materi khutbah yang disampaikan terkait dengan menyambut ramadhan. Mari kita persiapkan memasuki ramadhan dengan memperkuat diri (sehat fisik), menata akal agar selalu berpikir sehat, menjaga hati agar selalu bersih dan memelihata jiwa agar selalu suci.

 

Setelah rangkaian ibadah sahat jumatan selesai, masjid sudah sepi, hanya ada beberapa orang pengurus masjid sedang menghitung infak dan beberapa petugas kebersihan masjid bersih-bersih, mereka juga menggulung tikar yang tidak terpakai shalat berjemaah lima waktu.

 

Pada serambi masjid ada seorang jemaah berdiri, usia sudah cukup tua, mungki telah berkepala enam, rupanya beliau sedang menunggu saya. Saat itu sekilas saya melihat lahir dan bathin beliau sedang gekisah (galau). Saya senyum, bersalaman dan menyapa beliau.

 

Saat kami masih bersalaman, beliau langsung bertanya dengan membuka percakapan: “Stadz apakah saya boleh bertanya” sahut beliau.

 

Spontan saya jawab: Boleh Bapak In Syaa Allah. Kemudian beliau melanjutkan pertanyaan: Tadz, kenapa ketika malaikat Jibril AS menyampaikan wahyu pertama pada baginda Rasulullah SAW lansung memegang dan memeluk Rasulullah SAW? (Saya tertegun dan mencoba menangkap pesan terdalam dari jiwa terdalam yang muncul dan pandangan mata berbinar-binar atas kegelisan dirinya, tangan saya masih tetap posisi mersalaman dengan beliau).

 

Spontan juga saya merespon dan menjawab: “Jiwa Rasulullah SAW dan malaikat Jibril AS telah bersatu Bapak. Hati keduanya sangat bersih. Makanya Rasulullah SAW merasakan kedamaian pada bathinnya dan menemukan ketenangan pada hati dan jiwanya (sakinah), malaikat Jibril AS juga seperti itu.

 

Seketika saya peluk beliau, serasa saya memeluk ayah (Abak) saya yang telah meninggal 25 tahun yang lalu. Saya merasakan, beliau merasakan kedamaian dan menemukan ketengan bathin seketika saat kami berpelukan.

 

Saya sampaikan: “Bapak, saya memeluk Bapak karena hati dan jiwa kita telah disatukan Allah SWT”. Bebera saat kami sama-sama terdiam, tanpa disadari masing-masing kami juga berderai air mata.

 

Setelah itu kami masih melanjutkan diskusi. Layaknya diskusi antara anak dengan keriasauan seorang ayah yang hatinya sangat terpaut pada masjid dan selalu shalat berjemaah.

 

Tanz sahut beliau, Bapak ingin dan merindukan shalat berjemaah dengan suasana seperti dulu, ketika kami berjemaah di masjid ini. Bapak rindu sekali berjemaah seperti berjemaah sahabat-sahabat Nabi bersama Rasulullaah SAW.

 

Saat itu saya berusaha menjadi pendengar yang baik saja. Sahabat-sahabat Nabi berjemaah bersama Rasulullaah SAW berjemaah dengan syaf-syaf shalat yang sangat lurus, bahu antara sahabat-sahabat Rasulullaah SAW saling dirapatkan dan mata kaki mereka saling bertemu.

 

Sebagai penguat silaturrahim setelah shalat, ketika mereka bertemu dan saling bertegur sapa, para sahabat Rasulullah SAW mereka saling bersalaman sambil bersyalawat mengucapak “Allaahumma shali’ala Muhammad Wa’ala ali Muhammad”.

 

Tadz dulu pernah ada syaf-syaf shalat berjemaah rapat seperti yang dilakukan sahabat-sahabat Nabi. Seperi itu yang kita amalkan di masjid ini. Hari ini telah hilang karena C19. Bapak sangat rindu bisa syaf-syaf shalat berjemaah rapat seperti dulu.

 

Sambil  menarik nafas yang cukup panjang atas kerinduan beliau dengan rapatnya syaf-syaf shalat berjemaah yang benar-benar kembali dirapatkan dan lurus, sesuai Sunnah Rasulullah SAW.

 

Bahkan juga kerinduan beliau yang amat dalam untuk saling  bersilaturrahiim dengan semangat bersalaman, yang diwariskan Rasulullah SAW. Saling bersalaman bersyalawat kepada Rasulullah SAW.

 

Membatin saya seketika saat itu, pandemi C19 telah habis. Kenapa syaf-syaf shalat kita masih berjarak?

 

Memang benar syaf-syaf shalat di masjid-masjid kita saat ini masih berjarak, berjarak karena sajadah-sajadah dibawa sebagian jemaah terlalu lebar. Kondisi seperti semakin mempersulit syaf-syaf shalat untuk dirapatkan.  Tambah lagi diri yang masih berjarak, disamping syaf-syaf shalat berjarak karena sajadah yang digunakan jemaah amat lebar menyebatkan diri yang akan selalu berjarak.

 

Diri yang masih berjarak akibat hati dan jiwa yang belum bersatu. Hati  kita masih sulit bersatu karena belum bersih dan jiwa-jiwa kita masih bertumpuk dosa. Kalau seperti ini sampai kapanpun syaf-syaf shalat kita  tidak akan pernah rapat dan lurus.

 

Marilah kita bangkit, momentum pertengahan ramadhan ini dimanfaatkan maksimal untuk membersihkan hati dan menyucikan jiwa. Semoga kedepan syaf-syaf shalat berjemaah kita lurus dan rapat sesuai Sunnah Rasulullah SAW. Ambillah pelajaran dari hadits-hadits berikut:

 

Luruskanlah shaf kalian. Sejajarkan pundak-pundak kalian. Tutuplah celah. Janganlah kalian membiarkan ada celah untuk syaitan. Barangsiapa yang menyambung shaf, maka Allâh k akan menyambung hubungan dengannya dan barangsiapa memutus shaf maka Allâh akan memutuskan hubungan dengannya [HR. Abu Dawud Nomor 666].

 

Anas RA. Berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat.” [HR. Bukhari, Nomor 723 dan Muslim, Nomor 433].

 

Hendaknya kalian meluruskan shaf kalian atau tidak Allah akan membuat wajah kalian berselisih.” [HR. Bukhari, Nomor 717 dan Muslim, Nomor 436].

 

Imam Nawawi rahimahullah juga berkata, “Tidak lurusnya shaf akan menimbulkan permusuhan dan kebencian, serta membuat hati kalian berselisih.” [Syarh Shahih Muslim (4) Nomor157].*

 

 

 

Penutup tulisan hari ini. Ya Allah, jangan Kau jadikan hati kami condong pada kesesatan sesudah Kau beri petunjuk pada kami, dan rahmatilah kami. Sungguh Kau Maha Pemberi karunia (Qs. Ali ‘Imran [3] 8).  

 

 

Kampus 2 UAD

Tanggal 14 Ramadhan 1443 H/ 15 April 2022 H.

 

Salam Abdoellah

*Dosen Magister Psikologi UAD Yogyakarta

 

1 komentar:

  1. Semoga diri saja yang berjarak dan tidak dengan batin. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan kepada Ust🙏🙏

    BalasHapus