Jumat, 31 Maret 2023

Psikologi Taqwa: Psikologi Syahadatain

Psikologi syahadatain merupakan satu pembahasan dalam Psikologi Taqwa. Psikologi Syahadatain adalah suatu upaya regulasi diri berdasarkan Alqur’an dan Sunnah yang telah menghadirkan keyakinan tauhid [syahadat], berpendekatan prinsip-prinsip psikologis, untuk mengetahui dan memahami kualitas diri, hati, dan jiwa  dalam dinamika kehidupan muttaqien.

 

Regulasi diri dalam keyakinan berdasarkan Alqur’an dan Sunnah yang melahirkan keyakinan tauhid [syahadat] akan menumbuhkan kekuatan dasar hati yang berikrar lisan dan berkomitmen melahirkan perilaku syahadatain.

 

Perilaku syahadatain merupakan gambarkan pengakuan diri, hati, dan jiwa yang tulus dan murni atas syahadat yang diikrarkan.

 

Apabila diri ini berkenan mengambil pelajaran lebih dalam dari Alqur’an dan Sunnah, serta belajar banyak dari kisah-kisah shahabat Rasulullah SAW.

 

Sahabat Rasulullah SAW setelah bersyahadat, lahir perilaku regulasi diri diluar jangkauan nalar. Antara lain kisah Khubait bin Abdi dan Said bin Amir Aljumahi.

 

Khubait bin Abdi RA adalah pemuda yang telah berikrar lisan dan berkomitmen dalam syahadatain. Khubait menjadi syahid yang dimutilasi pertama dalam sejarah Islam.   

 

Walaupun nyawa tarunnya, Khubait tidak takut dengan apapun, sekali bersyahadat sampai kapanpun berislam, sampai mati akan tetap dalam keyakinan tauhidnya.

 

Khubait juga tidak tergiur disogok dengan apapun, termasuk dunia dan seisinya. Pada akhirnya dengan kekuatan Iman yang dalam, murni, dan kokoh, Khubait  dimutilasi oleh kafir Qurais yang disaksikan Abu Sufyan dan kawan-kawannya.

 

Khubait menghembuskan nafas terakhirnya ditiang mutilasi, pada tubuhnya banyak sekali bekas sayatan pedang dan tomabk yang tidak dapat dihitung manusia. Innalillaahiwaiinna Ilaihi raji’un.

 

Begitulakh apabila keyakinan tauhid [syahadat] telah tumbuh, melahirkan kekuatan Iman jauh diluar nalar manusia. Keyakinan tauhidnya telah menghadirkan regulasi diri yang sempurna menumbuhkan kekuatan dasar diri, hati, dan jiwa yang melahirkan perilaku syahadatain.

 

 

 

[Bersambung…]

 

 

Ya Allah… Ya Tuhan kami, Engkau Maha Penjaga yang sebaik-baiknya penjaga… Maka jagalah kemurnian Syahadat pada diri kami, Seperti Engkau menjaga Syahadat Khubait bin Abdi RA… 🤲*

 

Jogjakarta, 9 Ramadhan 1444 H, bertepatan 31 Maret 2023

 

Salam

Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.

Magister Psikologi UAD Yogyakarta

Kamis, 30 Maret 2023

Psikologi Taqwa: Regulasi Diri Syahadat Rasul

Belum sempurna berikrar keyakinan [tauhid] sebelum berikrar syahadat Rasul. Syahadatain dua dalam satu kesatuan yang tidak boleh terpisah.

 

Regulasi diri jalan syahadatain merupakan pengakuan diri, hati, dan jiwa yang berikrar dengan satu pengakuan keyakinan [tauhid] dan syahadat Rasul, berikut:

 

Ø£َØ´ْÙ‡َدُ Ø£َÙ†ْ Ù„َا Ø¥ِÙ„َÙ‡َ Ø¥ِÙ„َّا اللهُ ÙˆَØ£َØ´ْÙ‡َدُ Ø£َÙ†َّ Ù…ُØ­َÙ…َّدًا رَسُÙˆْÙ„ُ اللهِ

 

Terjemahannya: “Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, Dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah”.

 

Syahadat rasul merupakan bentuk keyakinan [tauhid] pengakuan diri terdalan atas kerasulan nabi Muhammad SAW, rasul yang menyampaikan risalah Islam.

 

Sebagaimana yang ditulis sebelumnya, regulasi diri dalam keyakinan akan menumbuhkan kekuatan dasar hati yang berikrar lisan dan berkomitmen melahirkan perilaku syahadatain.

 

Perilaku syahadatain merupakan gambarkan pengakuan diri, hati, dan jiwa yang tulus dan murni atas syahadat yang diikrarkan.

 

Perilaku syahadatain kedua setelah syahadat tauhid adalah syahadat Rasul dengan ikrar yang dalam mencintai Rasulullah SAW dengan kesungguhan diri, hati, dan jiwa. Bahkan mencintai Rasulullah SAW melebihi apapun. Hal ini sesuai dengan Sunnah yang diriwayatkan Anas berikut:

 

Anas RA berkata: “Nabi Muhammad SAW bersabda: ‘Tiga sifat, siapa yang melakukannya pasti dapat merasakan manisnya iman: [1] Cinta kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW melebihi cintanya kepada yang lain. [2] Cinta kepada sesama manusia semata-mata karena Allah SWT, [3] Engan (tidak suka) Kembali kepada kekafiran sebagaimana engan (tidak suka) dimasukkan kedalam api neraka’.” [HR Bukhari pada kitab ke 2, kitab iman dan bab ke 9, bab manisnya iman].

 

Anas RA berkata: “Nabi Muhammad SAW bersabda: ‘Tidak sempurna Iman seseorang sehingga ia cinta kepadaku melebihi dari anak, ayah kandungya, dan semua manusia’.” [HR Bukhari pada kitab ke 2, kitab iman dan bab ke 8, bab cinta kepada Rasulullah SAW termasuk bagian dari iman].

 

Begitulah seharusnya seorang mukmin beriman dengan Rasulnya. Mencintai Rasulullah SAW melebihi cintanya terhadap apapun.

 

Perilaku syahadat Rasul adalah wujud dari empat karakter utama baginda Rasulullah SAW [sidiq, Amanah, fathanah, dan tablikh] berlandaskan keyakinan [tauhid] yang bersih dan murni, akan membentuk perilaku syahadat Rasul pada diri, hati dan jiwa setiap insan meriman.

 

Perilaku syahad Rasul ini juga menjadi karakter khusus setiap diri, hati dan jiwa orang-orang muttaqien. Karakter spesifik pembeda antara manusia beriman dengan tidak beriman atau pembeda antara perilaku muttaqien dengan perilaku orang-orang yang belum muttaqien.

 

 

[Bersambung…]

 

 

Ya Allah… Ya Tuhan kami, limpahkan shalawat kepada baginda Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, sebagaiman Engkau telah limpahkan kepada Nabi Ibrahim AS dan keluarganya. Berkatilah Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberkati Nabi Ibrahiim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia… 🤲*

 

Jogjakarta, 8 Ramadhan 1444 H, bertepatan 30 Maret 2023

 

Salam

Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.

Magister Psikologi UAD Yogyakarta

Rabu, 29 Maret 2023

Psikologi Taqwa: Regulasi Diri Jalan Syahadatain

Regulasi diri dalam keyakinan akan menumbuhkan kekuatan dasar hati yang berikrar lisan dan berkomitmen melahirkan perilaku syahadatain. Perilaku syahadatain merupakan gambarkan pengakuan diri, hati, dan jiwa yang tulus dan murni atas syahadat yang diikrarkan.

 

Diri, hati, dan jiwa yang berikrar dengan pengakuan:

 

Ø£َØ´ْÙ‡َدُ Ø£َÙ†ْ Ù„َا Ø¥ِÙ„َÙ‡َ Ø¥ِÙ„َّا اللهُ ÙˆَØ£َØ´ْÙ‡َدُ Ø£َÙ†َّ Ù…ُØ­َÙ…َّدًا رَسُÙˆْÙ„ُ اللهِ

 

Terjemahannya: “Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, Dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah”.

 

Setiap diri yang ber-Islam, baik ber-Islam keturunan maupun ber-Islam karena Kembali pada fitrah [mualaf] pasti bersyahadat. Syahadat disini sebagai pembuka jalan atau pintu gerbang diri, hati, dan jiwa dalam berkomitmen dengan kesempurnaan Islam.

 

Dalam satu kali, dua puluh jam muslim beriman berikrar ulang syahadatnya minimal membilan kali. Secara hakikat pengulangan ikrar ini tentu akan memperkuat diri, hati, dan jiwa untuk berkomitmen regulasi diri pada jalan syahadatain itu.

 

Regulasi diri pada jalan syahadatain berlandaskan keyakinan [tauhid] yang murni dan bersih, akan membentuk perilaku syahadatain di setiap diri insan beriman. [contohnya perilaku shoimin dan shoimat].

 

Perilaku orang-orang yang berpuasa penuh dengan kasih sayang, senang dan mudah berbagi. Perilaku ini wujud dari sifat Allah SWT Arrahman dan Arrahim yang telah membentuk perilaku syahadatain.

 

Bentuk-bentuk perilaku syahadatain adalah wujud dari sembilan puluh sembilan asma Allah SWT berlandaskan keyakinan [tauhid] yang bersih dan murni, akan membentuk perilaku syahadatain pada diri, hati dan jiwa setiap insan meriman.

 

Perilaku syahadatain tersebut akan menjadi karakter khusus setiap diri, hati dan jiwa orang-orang muttaqien. Karakter spesifik pembeda antara manusia beriman dengan tidak beriman atau pembeda antara perilaku muttaqien dengan perilaku orang-orang yang belum muttaqien.

 

[Bersambung…]

 

 

Ya Allah… Ya Tuhan kami, Engkau yang Maha Penjaga yang sebaik-baiknya penjaga… Maka jagalah kemurnian Syahadat pada diri kami, Sesungguhnya hanya Engkau-lah Maha Penjaga sebaik-baiknya penjaga Syahadat… 🤲*

 

Jogjakarta, 7 Ramadhan 1444 H, bertepatan 29 Maret 2023

 

Salam

Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.

Magister Psikologi UAD Yogyakarta