Sabtu, 23 April 2022

Diri yang Malu

DIRI YANG MALU

[Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]*

 

Sifat malu merupakan keistimewan peradapan manusia sepanjang sejarah. Nafsani yang tidak memiliki rasa malu sama sekali, maka sama saja dirinya sederajat dengan binatang, pada hal Allah SWT telah membekali diri dengan tiga kekuatan nafsani, tiga kekuatan tersebut adalah;  hati, mata, dan telingga.

 

Nafsani yang tidak mampu memanfaatkan kekuatan ini, maka dirinya bisa lebih rendah dari binatang . Seperti itu penjelasan Allah SWT dalam Qs. Al-A’raf [7] 179.

 

Artinya sebagai berikut; Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.

 

Apabila diri mampu merenunggi firman Allah SWT di atas, tentu ini akan menyadarkan setiap diri betapa pentingnya diri yang malu dalam kehidupan ini. Rasulullaah SAW juga telah mencerahkan dalam Sunnahnya, berikut artinya: Rasa malu adalah bagian dari iman, iman itu tempatnya di Surga. Perilaku jelek tidak memiliki rasa malu merupakan bahagian dari kekeringan iman, iman yang kering tempatnya di neraka (HR. At-Turmudzi).

 

Melirik fenomena akhir zaman saat ini, betapa banyak diri yang tidak bermalu (tidak memiliki rasa malu). Satu kisah di salah satu PT  saat penulis memberikan perkuliahan pernah penulis temukan, dengan santai ada oknum mahasiswa bermesraan dengan teman mahasiswan, pada hal disekitarnya banyak teman-teman mahasiswa.

 

Fenomena di media sosial (medsos) juga luar biasa, begitu terbuka dengan lebar menebar rasa tidak memiliki malu. Banyak kasus nafsani yang tidak memiliki rasa malu, mengunggah foto-foto seronok, membuka aurat, dan bermesraan di medsos walaupun sudah berstatus suami istri, bukan berarti bebas memperlihatkan keintiman suami istri yang pantas dilakukan berdua hanya  di kamar masing-masing.

 

Keberadaan medsos untuk membentuk dan melahirkan perilaku tidak bermalu sangat tinggi. Saat ini diri bisa membuka aib diri selebar-lebarnya tanpa batas, gaya berfoto yang mengumbar aurat, foto-foto yang setengah telanjang, dan gaya selfi yang mengundang syahwat serta birahi bagi yang melihat.

 

Antara nafsani satu dengan yang lainnya juga saling tidak memiliki rasa malu, di medsos saling membuka aib dan dosa masing-masing. Saling ejek dan saling menyalahkan. Pamer harta dan kekayaan, ada juga yang pamer pangkat dan kedudukan antar sesama.

 

Bahkan yang lebih memprihatinkan nafsani di akhir zaman ini juga tidak memiliki rasa malu kepada Allah SWT pemilik alam semesta ini. Ada oknum muslim dengan bangga makan disiang hari ramadhan, padahal dirinya dalam keadaan mampu dan sehat untuk berpuasa.

 

Begitulah realita sebahagian kehidupan tidak bermalu, tidak ada rasa malu pada diri, tidak ada rasa malu pada manusia, tidak ada rasa malu pada seluruh makhluk ciptaan Allah SWT termasuk tidak ada rasa malu pada para malaikat, dan juga tidak ada rasa malu pada Allah SWT disaat diri melakukan perbuatan yang tidak sesuai tuntunan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

 

Mumpung waktu masih ada sebelum ajal datang menjelang mari hadirkan diri yang malu kepada Allah SWT atas banyaknya dosa-dosa yang disebabkan oleh hilangnya rasa malu dalam diri, akal dan hati serta jiwa terdalam. Maka pantaslah diri sore menjelang berbuka merenunggi  ayat al-Qur’an berikut:

 

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa Qs. Ali-‘Imran [3] 133.

 

Penutup tulisan hari ini. Ya Tuhan kami Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencinta orang yang meminta maaf. Karenan itu maafkanlah kami ya Kariim🤲*

 

 

Kampus 2 UAD Yogyakarta

Tanggal 22 Ramadhan 1443 H/ 23 April 2022 H.

 

Salam Abdoellah

*Dosen Magister Psikologi UAD Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar