Sabtu, 30 April 2022

Diri yang Dirindukan

DIRI YANG DIRINDUKAN

II [Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]* II

 

Menjadi yang dirindukan merupakan sebuah kebahagian tersendiri, diri yang dirindukan tidak dapat dinilai dengan materi. Suami dirindukan istri dan sebaliknya. Orangtua dirindukan anak-anak mereka, anak-anak juga dirindukan orangtua.

 

Dirindukan dan merindukan begitulah hubungan diri apabila telah terbentuk sinergi emosional ilahiyah dengan sesama. Siapa saja dapat saling merindukan dan dirindukan saat hati dan jiwa masing-masing nafsani telah dipertemukan (bersatu).

 

Jalinan hati yang bersih serta jiwa yang suci berdasarkan pancaran cahaya ilahi (ke-Imanan) yang kuat, ini akan membentuk sinergi emosional ilahiyah yang akan melahirkan perasaan bathin yang sakinah (tenang dan damai) antara sesama untuk saling dirindukan dan merindukan.

 

Amat banyak ditemukan realita kehidupan bathin setiap nafsani saat ini seolah saling berjauhan, berdekatan tapi hampa tanpa komunikasi, duduk bareng, makan dan minum barengan tapi pikiran melayang jauh ke belahan dunia lain.

 

Berdekatan tapi tidak saling dirindukan. Nafsani masing-masing asyik dengan dunia mayanya, cenderung kehidupan nafsi-nafsi (sendiri-sendiri) tidak saling merindukan.

 

Duduk berdekatan sayang saling tidak dirindukan, semua fenomena ini disadari atau tidak terdapat pada diri kita dan juga pada keluarga kita atau bahkan kolompok sosial umat kehidupan saat ini, dekat tapi berjauhan, dekat tidak saling menjadi diri yang dirindukan.

 

Betapa bahagianya diri ini apabila dapat menjadi diri yang dirindukan, dirindukan kapan dan nimana saja. Menjadi diri yang dirindukan saat datang dan bertemu tentu akan dilayani dengan sepenuh dan setulus jiwa.

 

Penerimaan sepenuh hati dan setulus jiwa tentu akan melahirkan suasa kebahagian bathin terdalam dan penuh kenikmantan bathin. Saat ini akan terlihat suasa hati dan jiwa yang terjalin begitu tentram dan damai, terpancar kebahagian yang tulus dari diri yang dirindukan dan diri yang merindukan.

 

Betapa bahagia diri menjadi yang dirindukan. Maka berikhtiarlah untuk menjadi diri yang dirindukan dirindukan, dirindukan pasangan, dirindukan saudara-saudara, dirindukan anak-anak, dirindukan jemaah, dirindukan para murid dan para santri.

 

Bahkan jauh lebih sempurna kebahagian diri apabila diri dirindukan oleh pemilik diri Allah SWT Rabb pemilik dan penguasa alam semesta. Sungguh inilah kebahagian hakiki, kebahagian yang sempurna, kebahagian yang tiada tara menjadi diri yang dirindukan Rabb Allah SWT yang Maha Kuasa.

 

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT berikut, artinya: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku  Qs. Al-Fajr [89] 27-30.*

 

Penutup tulisan hari ini: Ya Allah, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar, dan keluarkanlah aku dengan cara yang benar🤲Qs. Al-Isra’ [17] 80.

 

Kampoeng Santri Kotagede Jogjakarta

Tanggal 29 Ramadhan 1443 H/ 30 April 2022 H.

 

Salam Abdoellah

*Dosen Psikologi Islam UAD Yogyakarta

Jumat, 29 April 2022

Mudik yang Sesungguhnya

MUDIK YANG SESUNGGUHNYA

II [Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]* II

 

Mudik kembali kekampung halaman setelah beberapa lama berada di tanah perantauan. Semua diri pasti mempunyai kampung halaman dan setiap diri pasti akan mudik, tidak ada diri yang tidak akan mudik sebab semua diri memiliki kampung halaman. Bahkan semua diri siapapun nafsaninya memiliki satu kampung yang sama, itulah kampung akhirat.

 

Kampung akhirat adalah tempat kembalinya diri, kampung yang kekal dan abadi, di kampung akhirat kita akan hidup selama-lamanya. Diakhirat ada dua kampung, kampung surga dan ada kampung neraka. Surga adalah kampung Maha Sempurna.

 

Dari Abu Hurairah RA. Ia berkata; Rasulullah SAW bersabda, Allah SWT berfirman: Aku telah menyediakan untuk hamba-hamba-Ku yang shaleh suatu (kenikmatan) yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum pernah pula terbetik dari lubuk hati manusia” (HR. Bukhari 3005 & HR. Muslim 5053).

 

Sedangkan neraka adalah kampung kehinaan diri: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (Qs. At-Tahrim [66] 6.

 

Kehidupan dunia ini ibarat tempat perantauan diri, setelah nenek moyang kita Nabi Adam AS dan istrinya Siti Hawa di turunkan ke bumi dengan beragam kesulitan dan banyak juga kemudahannya.

 

Hidup didunia adalah perjuangan untuk mudik kekampung akhirat. Maka mudik yang sesungguhnya adalah mudik ke kampung akhirat, setiap diri di dunia berkesempatan memilih mudik ke kampung surga atau kampung neraka. Masing-masing diri yang menentukan:

 

dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kesesatan (kampung neraka) dan (jalan) ketakwaannya (kampung surga). sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (memilih jalan taqwa),  dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (memilih jalan kesesatan) (Qs. asy-Syam [91] 7-11.

 

Kita semua para pemudik yang pasti akan mudik kekampung akhirat. Semua nafsani pasti akan mudik, kita sedang menunggu antrian dengan waktu mudik yang tidak jelas kapan akan datang, mungkin bisa hari ini, besok, atau lusa. Wallahu A’lam bishawab tidak ada diantara kita yang tahu kapan akan mudik.

 

Apabila waktunya sudah tiba, maka satu persatu kita akan mudik keharibaan-Nya. Perjalanan mudik kita amat panjang sekali dan akan memakan waktu yang sangat lama.

 

Kita lewati satu pos perjalanan ke pos-pos perjalan selanjutnya. Alam kubur adalah perjalanan pertama, tempat berupa ruangan sempit sebadan dan gelap gulita tidak ada penerangan.

Perjalanan kedua memasuki kehancuran alam semesta, bumi dihancurkan sehancur-hancurnya, manusia berterbangkan seperti kapas-kapas yang sedang diterbangkan anggin.

 

Perjalanan ketiga memasuki hari kebangkitan, semua manusia akan dibangkitkan termasuk diri masing-masing yang membaca tulisan ini. Perjalanan keempat berada di Padang Masyar, disini terik panas tak terhingga, bahkan bisa melepuhkan kulit-kulit pembalut tulang ini.

 

Perjalanan kelima memperoleh syafaat dari Rasulullah SAW. Bagi yang memperoleh syafaat In Syaa Allah perjalanan mudik berikut lebih mudah. Perjalanan keenam memasuki masa-masa perhitungan amal shaleh yang dikenal dengan hisab.

 

Perjalanan ketujuh penyerahan cacatat, bersyukur semoga catatan amal baik kita jauh lebih banyak dari catatan perbuatan ingkar kita kepada Allah SWT.

 

Perjalanan mudik kedelapan memasuki timbangan amal (mizan) dan perjalanan pada telaga Rasulullah SAW. Setelah itu perjalanan mudik berikutnya melintasi jembatan siratal mustaqim.

 

Perjalanan terakhir setiap diri penentuan tempat mudik terbaik di kampung akhirat, apa akan ditempatkan di kampung surga atau kampung neraka. Semua nafsani pasti berharap termasuk kita mudik yang sesungguhnya kelak ditempatkan dikampung surga, pilihan kita tentu surga firdaus.

 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya (Qs. al-Kahfi [18] 107-108.

 

Maka berikhtiarlah setiap diri dengan ikhtiar terbaik untuk mudik yang sesungguhnya: Berbekallah dengan taqwa. Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal sehat Qs. Al-Baqarah [2] 197.*

 

Penutup tulisan hari ini: Ya Allah, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar, dan keluarkanlah aku dengan cara yang benar🤲Qs. Al-Isra’ [17] 80.

 

Kampoeng Santri Kotagede Jogjakarta

Tanggal 28 Ramadhan 1443 H/ 29 April 2022 H.

 

Salam Abdoellah

*Dosen Psikologi Islam UAD Yogyakarta

Kamis, 28 April 2022

Diri yang Mudik

DIRI YANG MUDIK

II [Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]* II

 

Berbahagia begitulah ungkapan yang tepat saat ini, setelah dua kali idul fitri saat pandemic C19 tidak dapat melakukan mudik lebaran. Sedangkan bagi yang tidak bisa mudik kekampung halaman bersabarlah “Sesungguhnya Allah SWT bersama orang-orang yang sabar” (Qs. Al-Baqarah [2] 153.

 

Mudik merupakan bagian dari kegiatan menyambung silaturrahim setelah lama tidak bersua dan membeku. Mudik dalam rangka menyambung silaturrahim karena terpisahkan oleh jarak dan waktu.

 

Mudik juga dapat dipahami sebagai kegiatan pulang kampung halaman, kampung halaman bisa sebagai kampung kelahiran diri dan orangtua serta keluarga besar.

 

Menurut Qurai Shihab Diri Rasulullah SAW juga pernah mudik dari Kota Madinah al-Munawwarah sebagai tempat perantauan, mudik kembali kekampung halamannya di Kota Mekkah al-Mukarrah untuk menjemput kemenangan dalam melaksanakan al-Qur’an. Peristiwa ini di abadikan dalam al-Qur’an, artinya sebagai berikut:

 

Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah: "Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata." (Qs. Al-Qashash [28] 85).

 

Yang dimaksud dengan tempat kembali di sini ialah kota Mekah. Ini adalah suatu janji dari Tuhan bahwa Nabi Muhammad SAW akan kembali ke Mekah sebagai orang yang menang, dan ini sudah terjadi pada tahun kedelapan hijrah di waktu Nabi menaklukkan Mekah. Ini merupakan suatu mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW.

 

Mudik lebaran tahun ini diprediksi sebanyak 85,5 juta umat Islam Indonesia. Dari 85,3 juta pemudik lebaran tersebut setiap diri berikhtiar pulang kampung halaman untuk menjemput kemenangan, tentu agama Islam akan semakin bersinar di setiap kampung halaman para pemudik.

 

Maka diri yang mudik jemputlak kemenangan tersebut dengan memperkuat silaturrahim. Kuatkanlah persaudaraan dengan saling berkabar baik antara saudara dari rantau dengan saudara di kampung halaman.

 

Diri yang mudik  berbahagialah selalu Allah SWT masih memberikan kebersamaan dalam ruang yang sama di lebaran tahun ini, sebab tidak ada jaminan lebaran tahun depan kita masih dapat bersua.

 

Pelihara silaturrahim dengan saling sapa bahagia, peluk dan rangkul setiap saudara-saudara kita yang masih dapat bertemu muka, bergembiralah dengan semuanya, diri yang bergembira saat idul fitri pertanda taqwa ada pada diri.

 

Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (QS. An-Nisa [4] 1).

 

Diri yang mudik adalah diri yang mudah memaafkan, meminta dan memberi maaf. Diri yang mudah memamaafkan merupakan cahaya kemenangan dan ketaqwaan yang bersinar terang pada diri semua umat Islam.

 

Diri yang mudik diri yang senantiasa menjaga mulut dan lisannya agar tidak ada lagi yang tersakiti. Diri yang mudik adalah diri yang senantiasa lahir perilaku mulia dalam kemuliaan diri karena telah memperoleh kemengan di saat idul fitri.

 

Terakhir selamat mudik saudara-saudaraku, semoga mudikmu, diri yang mudik saat ini tercatat pada cacatan malaikat Raqib sebagai mudik terbaik dalam menyambung dan memperkokoh silaturrahim… Aamiin.*

 

Penutup tulisan hari ini: Ya Tuhan ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami beriman🤲.

 

Kampoeng Santri Kotagede Jogjakarta

Tanggal 27 Ramadhan 1443 H/ 28 April 2022 H.

 

Salam Abdoellah

*Dosen Psikologi Islam UAD Yogyakarta

Rabu, 27 April 2022

Diri yang Lelah

DIRI YANG LELAH

II [Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]* II

 

Beberapa malam yang lalu ada diskusi ringan bersama teman-teman. Diskusi kami menarik disaat seorang teman mengajukan topik diskusi dengan mengajukan pertanyaan, sedikit berandai-andai dengan ungkapan “Kapan kita umat Islam bisa ber-I’tikaf full (sempurna) di 10 hari terakhir Ramadhan?”.

 

Saat ini kita ber-I’tikaf masih dilelahkan oleh kehidupan dunia. I’tikaf kita masih disibukkan dengan pekerjaan pada siang harinya. Kadang aktifitas pada siang hari juga cukup padat dan sibuk.

 

Sementara waktu malam jelas sangat dimanfaatkan maksimal ber-I’tikaf, berusaha secara penuh beribadah, shalat dan berzikir serta berdoa dan bertadabbur al-Qur’an, mulai dari waktu berbuka sampai waktu terbit fajar.

 

Hamba-hamba Allah SWT yang bersungguh dengan I’tikaf, mereka melaksanakan shalat tahajut dan berdoa pada waktu malam lambungnya jauh dari tempat tidur dan sedikit sekali tidur pada waktu malam. Rangkaian amal shaleh pada waktu I’tikaf ini sesuai dengan firman Allah SWT, dengan artinya sebagai berikut:

 

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan berharap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan Qs. As-Sajadah [32] 16.

 

Pada ayat yang lain: Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka.

 

Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar Qs. Adz-Dzariyat [51] 15-18.

 

Kembali pada dikusi di atas, namun dengan pertanyaan lanjutan berikut; “Kapan kita akan merasakan ber-I’tikaf yang tidak lagi dilelahkan oleh kehidupan dunia? I’tikaf kita tidak lagi disibukkan dengan dunia pada waktu siang.

 

Wallaahu a’lam Dan Allah yang Maha Mengetahuinya, sepanjang diukur dengan akal nafsani kita rasanya sulit untuk terlepas dari kelelahan dunia.

 

Karena sulit menurut akal nafsani untuk terlepas dari kelelahan dunia, mari kita hadirkan kecerdasan qalbiah memperkuat keyakinan diri melanjutkankan malam-malam I’tikaf berharap memperoleh lailatul qadar.

 

Mari jadikan lelah kita menjadi lillah. Lillahi ta’ala semata In Syaa Allah lelah kita akan berbuah surga seperti Qs. Adz-Dzariyat [51] ayat 15 di atas.

 

Dan memperoleh Surga Firdaus berikut, artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya Qs. al-Kahfi [16] 107-108.

 

Bersyabarlah dalam diri yang lelah, sebab diri yang lelah bersabar, maka buah kesabarannya keberuntungan yang tak terhingga baik di dunia mapaun di akhirat kelak, hal ini sesuai dengan firman ayat al-Qur’an, artinya:  Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung Qs. Ali-Imran [3] 200).*

 

Doa penutup tulisan hari ini: Ya Allah Tuhan pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang-orang shaleh🤲 (Qs. Yusuf [11] 101).*

 

 

Kampus 2 UAD Yogyakarta

Tanggal 26 Ramadhan 1443 H/ 27 April 2022 H.

 

Salam Abdoellah

*Dosen Psikologi Islam UAD Yogyakarta