Jumat, 06 Mei 2022

Diri yang Fitri

DIRI YANG FITRI

II [Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]* II

 

Ramadhan 1443 H telah berlalu, berdoa setiap diri kepada Allah SWT semoga ramadhan 1443 pergi menjadi saksi bagi diri yang bertaqwa. Pada bulan syawal ini kita harus lebih memperkuat rasa bersyukur, terlebih kita telah memperoleh kemenangan diri kembali fitri memperoleh derajat muttaqien.

 

Muttaqien merupakan derajat tertinggi peradapan manusia, hal ini sesuai dengan QS. Al-Hujurat (49) 13:

 

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

 

Kembali pada diri yang fitrah:

 

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

 

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Ar-Rum (30) 30).

 

Begitulah fitrah Allah SWT terpancar pada diri yang muttaqien yang kembali menjadi diri yang fitri. Diri yang fitri merupakan diri yang kembali suci dan bersih.

 

Diri yang fitri merupakan diri yang memiliki kekuatan untuk tetap istiqamah dalam kemuliaan Islam, istiqamah dengan keimanannya dan istiqamah dengan amal shalehnya.

 

Diri yang fitri terpancar dari diri yang muttaqien, akal yang muttaqien, hati yang muttaqien, dan jiwa yang muttaqien bahkan secara kaffah akan terpancar dari komponen diri nafsu, akal, dan qalbun yang muttaqien.

 

Diri yang fitri juga terpancar pada hati yang muttaqien, hati yang fitri merupakan hati yang benar-benar bersih dari semua yang mengotorinya.

 

Diri yang fitri juga terpancar pada jiwa yang muttaqien, jiwa yang fitri merupakan jiwa yang benar-benar suci dari semua yang mengotorinya.

 

Seyogyanya seperti itulah diri yang telah kembali pada fitrahnya diri yang kembali fitri. Semoga semua diri yang membaca tulisan ini menjadi diri yang fitri.

 

Taqabalallahu minna waminkum, Shiyamana wa shiyamakum, Minal ‘aidin walfa izin. Selamat idul fitri 1443 H. Mohon maaf lahir dan batin🤝🤝🤝

 

Doa penutup tulisan ini:

 

Astaqhfirullaahal'aaziim🤲 Laa ilaaha illallaah🤲 Muhammadarraasulullaah🤲 Subhaanallaah🤲 Alhamdulillaahirabbil'alamiin🤲

 

Ya Allah... Kami memohon pada-Mu🤲dihari Jumat yang penuh keberkahan ini🤲 Semoga kami selalu dikaruniai kesehatan jiwa dan raga🤲 Senantiasa dalam lindungan-Mu ya Rabb🤲usaha dan ikhtiar kami🤲

 

Aamiin Allaahummaa Aamiin🤲

 

 

Kampoeng Santri Kotagede Jogjakarta

Tanggal 05 Syawal 1443 H/ 6 Mei 2022 H.

 

Salam Abdoellah

*Dosen Psikologi Islam UAD Yogyakarta

Minggu, 01 Mei 2022

Diri yang Bertakbir

DIRI YANG BERTAKBIR

II [Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]* II

 

Gemuruh suara takbir, tahmid, dan tahlil berkumandang malam ini pertanda satu kemenangan telah hadir pada diri insan-insan yang muttaqien.

 

Kemenangan bagi setiap nafsani yang bershiamu ramadhan tahun ini dengan penuh keimanan dan perhitungan. Maka mereka akan diampuni seluruh dosa-dosa yang berlalu, berbahagialah setiap diri yang masih dimampukan untuk bertakbir.

Takbir, tahmid, dan tahlil keluar dari lisanya diri muttaqien yang sedang berucap syukur atas anugrah yang agung ini:

َ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (Qs: al-Baqarah: 185).

 

Malam ini setiap nafsani merayakan kemenangan dengan semangat kebersyukuran yang dalam untuk mengagungkan, membesarkan asma Allah SWT.

 

Allahu Akbar 2x, Laa ilaa ha illallaah Wallaahu Akbar, Allaahu Akbar Walillaahilhamd.

 

Jika ramdahan di ibaratkan sebagai perguruan tinggi, maka pada diri yang bertakbir tak ubahnya sebagai mahasiswa yang sedang merayakan kelulusannya, besok pagi para mahasiswa shaimin dan shaimat akan diwisuda menjadi sarjana ramadhan dan lebih membahagiakan diri yang bertakbir mereka menjadi diri yang muttaqien.

 

Sadara atau tidak, pasti belum semua diri lulus dengan hasil memuaskan, sungguh belum semua diri pada malam ini menjadi hamba-hamba Allah SWT muttaqienn.

 

Masih banyak diantara diri yang berpuasa hanya menahan lapar dan dahaga, masih banyak diantara diri yang tidak mempuasakan anggota badan seperti mulut dan kemaluan. Merekalah yang dikhawatirkan Rasulullah SAW dalam sabdanya:

 

“Kam min sho imin, laisalahu min shi yaa mi hi, ilal juu’ wal athos”

 

Artinya: “Betapa banyak mereka yang berpuasa dan tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga” (HR. Nas’i dan Ibnu Majah).

 

Seyokyanya ramadhan berlalu meninggalkan bekas, ini salah satu ciri diterimanya ibadah. Seorang ulama pernah berucap: “Ketaatan itu diterima, ketika ia melahirkan ketaatan yang lain”.

 

Diantara nafsani telah banyak melakukan ibadah, tapi masih sering bergelimang maksiat, kita harus segera mengevaluasi diri, jangan-jangan ibadah selama ramadhan hanya sebatas formalitas dimata manusia dan sia-sia dihadapan Allah SWT.

 

Ramadhan datang silih berganti, ramadhan datang dengan panggilan mulia:

 

 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ   

 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, mudah-mudahan kamu bertaqwa” (Qs: al-Baqarah: 185).

 

Semoga setiap diri yang bertakbir malam ini menjadi pribadi yang muttaqien. Kepribadian muttaqien akan terealisasi dalam kehidupan sebelas bulan yang akan datang.

Pada bulan ramadhan dilaksanakan puasa dengan Ikhlas kerena Allah lillaahu ta’ala, setiap diri rela untuk tidak makan dan minum pada siang hari, walaupun semua itu ada dihadapan.

Setiap diri shaimin dan shaimat berusaha sekuat diri meninggalkan perbuatan-perbuatan yang terlarang. Setiap nafsani menjadikan dirinya senantiasa bertaubat dari segala tingkah laku yang mengandung dosa.

Setiap diri berikhtiar menjaga keluarga dari segala hal-hal yang subhad, selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, bahkan diri selalu merasa sangat dekat dengan Allah SWT selama ramadhan.

Sehingga semua aktifitas kehidupan mencerminkan kepribadian Islami, cara bicara, bicara Islami, cara berpakaian, berpakaian Islami, cara pergaulan, pergaulan Islami. Itulah Kepribadian Muttaqien.

Selama ramadhan dituntun diri untuk senantiasa  mebaca, mendalami dan mempelajari Al-Qur’an, menterjemahkan Al-Qur’an, mengkaji tafsir Al-Qur’an.

Setiap diri berikhtiar mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan, itulah sesungguhnya kepribadian Qur’ani yang terealisasi sebelas bulan pasca ramadhan. Itulah Kepribadian Muttaqien.

Pada bulan ramadhan semua diri menyantuni fakir miskin, anak yatim, dan kaum dhuafa. Sesungguhnya itu merupakan wujud dari kepedulian sosial, untuk itu juga  menjelang Idul Fitri di penghujung ramadhan, diri yang bertakbir wajib hukumnya membayar zakat fitrah.

Tujuan mulia zakat fitrah jangan ada diantara kaum muslimin merasa sedih saat hari kemenangan itu tiba, maka setiap nafsani diri berikhtiar kuat untuk untuk saling berbagi, Itulah Kepribadian Muttaqien.

Dihari nan fitri ini setiap diri yang bertakbir merayakan hari kemenangan dengan saling berjabat tangan, saling memberi dan meminta maaf.

Bersimpuh dihadapan orangtua memohon ampun atas segala silaf dan kilaf yang diperbuat, sangat banyak kata, ucapan, dan perbuatan yang selalu menyakiti hati ayah ibunda tercinta, saban hari dilakukan, hanya ada satu kata yang tepat untuk itu

“Mohon maaf lahir dan batin” sambil mencium dan memeluk mereka yang masih hidup berderai doa dan air mata dikala mereka sudah pergi untuk selama-lamanya:

“Allaahummahgfirli Wali Walidaiya Warhamhuma Kama Rabbayani Shaghira”

Tidak sedikit silaf dan kilaf diri perbuat dalam hidup ini untuk sesama, tidak ada kata yang lebih mulia pada saat ini, kecuali: 

Taqabalallahu minna waminkum, Shiyamana wa shiyamakum, Minal ‘aidin walfa izin, mohon maaf lahir dan batin.

Maka leburlah semua kesalahan dalam ampunan dan maghfirah-Nya.

Diri yang bertakbir, Itulah Sesungguhnya Kepribadian Muttaqien.

 

Doa penutup tulisan hari ini: Allâhummaj’al sa’yî fîhi masykûran wa dzanbî fîhi maghfûran wa ‘amalî fîhi maqbûlan wa ‘aybî fîhi mastûran yâ asma’as sâmi’îna.

 

”Ya Allah jadikanlah setiap usahaku di bulan Ramadhan ini sebagai ungkapan rasa syukur, semoga dosa-dosaku diampuni,  amal shalehku di terima, dan seluruh aib kejelekanku ditutupi. Wahai Yang Maha Mendengar dari semua yang mendengar, kabulkanlah doa dan permohonanku ini🤲*

 

Kampoeng Santri Kotagede Jogjakarta

Tanggal 30 Ramadhan 1443 H/ 1 Mei 2022 H.

 

Salam Abdoellah

*Dosen Psikologi Islam UAD Yogyakarta


Sabtu, 30 April 2022

Diri yang Dirindukan

DIRI YANG DIRINDUKAN

II [Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]* II

 

Menjadi yang dirindukan merupakan sebuah kebahagian tersendiri, diri yang dirindukan tidak dapat dinilai dengan materi. Suami dirindukan istri dan sebaliknya. Orangtua dirindukan anak-anak mereka, anak-anak juga dirindukan orangtua.

 

Dirindukan dan merindukan begitulah hubungan diri apabila telah terbentuk sinergi emosional ilahiyah dengan sesama. Siapa saja dapat saling merindukan dan dirindukan saat hati dan jiwa masing-masing nafsani telah dipertemukan (bersatu).

 

Jalinan hati yang bersih serta jiwa yang suci berdasarkan pancaran cahaya ilahi (ke-Imanan) yang kuat, ini akan membentuk sinergi emosional ilahiyah yang akan melahirkan perasaan bathin yang sakinah (tenang dan damai) antara sesama untuk saling dirindukan dan merindukan.

 

Amat banyak ditemukan realita kehidupan bathin setiap nafsani saat ini seolah saling berjauhan, berdekatan tapi hampa tanpa komunikasi, duduk bareng, makan dan minum barengan tapi pikiran melayang jauh ke belahan dunia lain.

 

Berdekatan tapi tidak saling dirindukan. Nafsani masing-masing asyik dengan dunia mayanya, cenderung kehidupan nafsi-nafsi (sendiri-sendiri) tidak saling merindukan.

 

Duduk berdekatan sayang saling tidak dirindukan, semua fenomena ini disadari atau tidak terdapat pada diri kita dan juga pada keluarga kita atau bahkan kolompok sosial umat kehidupan saat ini, dekat tapi berjauhan, dekat tidak saling menjadi diri yang dirindukan.

 

Betapa bahagianya diri ini apabila dapat menjadi diri yang dirindukan, dirindukan kapan dan nimana saja. Menjadi diri yang dirindukan saat datang dan bertemu tentu akan dilayani dengan sepenuh dan setulus jiwa.

 

Penerimaan sepenuh hati dan setulus jiwa tentu akan melahirkan suasa kebahagian bathin terdalam dan penuh kenikmantan bathin. Saat ini akan terlihat suasa hati dan jiwa yang terjalin begitu tentram dan damai, terpancar kebahagian yang tulus dari diri yang dirindukan dan diri yang merindukan.

 

Betapa bahagia diri menjadi yang dirindukan. Maka berikhtiarlah untuk menjadi diri yang dirindukan dirindukan, dirindukan pasangan, dirindukan saudara-saudara, dirindukan anak-anak, dirindukan jemaah, dirindukan para murid dan para santri.

 

Bahkan jauh lebih sempurna kebahagian diri apabila diri dirindukan oleh pemilik diri Allah SWT Rabb pemilik dan penguasa alam semesta. Sungguh inilah kebahagian hakiki, kebahagian yang sempurna, kebahagian yang tiada tara menjadi diri yang dirindukan Rabb Allah SWT yang Maha Kuasa.

 

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT berikut, artinya: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku  Qs. Al-Fajr [89] 27-30.*

 

Penutup tulisan hari ini: Ya Allah, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar, dan keluarkanlah aku dengan cara yang benar🤲Qs. Al-Isra’ [17] 80.

 

Kampoeng Santri Kotagede Jogjakarta

Tanggal 29 Ramadhan 1443 H/ 30 April 2022 H.

 

Salam Abdoellah

*Dosen Psikologi Islam UAD Yogyakarta

Jumat, 29 April 2022

Mudik yang Sesungguhnya

MUDIK YANG SESUNGGUHNYA

II [Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]* II

 

Mudik kembali kekampung halaman setelah beberapa lama berada di tanah perantauan. Semua diri pasti mempunyai kampung halaman dan setiap diri pasti akan mudik, tidak ada diri yang tidak akan mudik sebab semua diri memiliki kampung halaman. Bahkan semua diri siapapun nafsaninya memiliki satu kampung yang sama, itulah kampung akhirat.

 

Kampung akhirat adalah tempat kembalinya diri, kampung yang kekal dan abadi, di kampung akhirat kita akan hidup selama-lamanya. Diakhirat ada dua kampung, kampung surga dan ada kampung neraka. Surga adalah kampung Maha Sempurna.

 

Dari Abu Hurairah RA. Ia berkata; Rasulullah SAW bersabda, Allah SWT berfirman: Aku telah menyediakan untuk hamba-hamba-Ku yang shaleh suatu (kenikmatan) yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum pernah pula terbetik dari lubuk hati manusia” (HR. Bukhari 3005 & HR. Muslim 5053).

 

Sedangkan neraka adalah kampung kehinaan diri: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (Qs. At-Tahrim [66] 6.

 

Kehidupan dunia ini ibarat tempat perantauan diri, setelah nenek moyang kita Nabi Adam AS dan istrinya Siti Hawa di turunkan ke bumi dengan beragam kesulitan dan banyak juga kemudahannya.

 

Hidup didunia adalah perjuangan untuk mudik kekampung akhirat. Maka mudik yang sesungguhnya adalah mudik ke kampung akhirat, setiap diri di dunia berkesempatan memilih mudik ke kampung surga atau kampung neraka. Masing-masing diri yang menentukan:

 

dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kesesatan (kampung neraka) dan (jalan) ketakwaannya (kampung surga). sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (memilih jalan taqwa),  dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (memilih jalan kesesatan) (Qs. asy-Syam [91] 7-11.

 

Kita semua para pemudik yang pasti akan mudik kekampung akhirat. Semua nafsani pasti akan mudik, kita sedang menunggu antrian dengan waktu mudik yang tidak jelas kapan akan datang, mungkin bisa hari ini, besok, atau lusa. Wallahu A’lam bishawab tidak ada diantara kita yang tahu kapan akan mudik.

 

Apabila waktunya sudah tiba, maka satu persatu kita akan mudik keharibaan-Nya. Perjalanan mudik kita amat panjang sekali dan akan memakan waktu yang sangat lama.

 

Kita lewati satu pos perjalanan ke pos-pos perjalan selanjutnya. Alam kubur adalah perjalanan pertama, tempat berupa ruangan sempit sebadan dan gelap gulita tidak ada penerangan.

Perjalanan kedua memasuki kehancuran alam semesta, bumi dihancurkan sehancur-hancurnya, manusia berterbangkan seperti kapas-kapas yang sedang diterbangkan anggin.

 

Perjalanan ketiga memasuki hari kebangkitan, semua manusia akan dibangkitkan termasuk diri masing-masing yang membaca tulisan ini. Perjalanan keempat berada di Padang Masyar, disini terik panas tak terhingga, bahkan bisa melepuhkan kulit-kulit pembalut tulang ini.

 

Perjalanan kelima memperoleh syafaat dari Rasulullah SAW. Bagi yang memperoleh syafaat In Syaa Allah perjalanan mudik berikut lebih mudah. Perjalanan keenam memasuki masa-masa perhitungan amal shaleh yang dikenal dengan hisab.

 

Perjalanan ketujuh penyerahan cacatat, bersyukur semoga catatan amal baik kita jauh lebih banyak dari catatan perbuatan ingkar kita kepada Allah SWT.

 

Perjalanan mudik kedelapan memasuki timbangan amal (mizan) dan perjalanan pada telaga Rasulullah SAW. Setelah itu perjalanan mudik berikutnya melintasi jembatan siratal mustaqim.

 

Perjalanan terakhir setiap diri penentuan tempat mudik terbaik di kampung akhirat, apa akan ditempatkan di kampung surga atau kampung neraka. Semua nafsani pasti berharap termasuk kita mudik yang sesungguhnya kelak ditempatkan dikampung surga, pilihan kita tentu surga firdaus.

 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya (Qs. al-Kahfi [18] 107-108.

 

Maka berikhtiarlah setiap diri dengan ikhtiar terbaik untuk mudik yang sesungguhnya: Berbekallah dengan taqwa. Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal sehat Qs. Al-Baqarah [2] 197.*

 

Penutup tulisan hari ini: Ya Allah, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar, dan keluarkanlah aku dengan cara yang benar🤲Qs. Al-Isra’ [17] 80.

 

Kampoeng Santri Kotagede Jogjakarta

Tanggal 28 Ramadhan 1443 H/ 29 April 2022 H.

 

Salam Abdoellah

*Dosen Psikologi Islam UAD Yogyakarta