SAUMU DALAM LITERASI PSIKOLOGI
[Ust.
Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]
Saumu/ puasa dalam literasi al-Qur’an
dan Sunnah Rasulullah SAW telah ada sepanjang peradapan manusia. Nabi adam AS
berpuasa. Saumunya Nabi Adam AS dikenal dengan puasa
pertenggahan bulan, puasa ayyamul bidh (أيام
البيض). Saumunya Nabi Nuh AS
saat berada di kapal dalam rangka menyelamatkan pengikutnya dari banjir besar. Nabi
Musa AS juga saumu 40 hari saat bermunajab di gunung
Tursina.
Selama di penjara Nabi Yusuf AS juga
melakukan saumu, Nabi Ibrahim AS berpuasa saat di lemparkan kedalam api, dalam kobaran api yang
membakar Nabi Ibrahim AS berdoa, doanya dikabulkan akhirnya sifat api membakar
dan panas dicabut seketika oleh Allah SWT, panas api berubah menjadi dingan dan
tidak membakar.
Nabi Daud AS juga saumu, saat kita
kenal dengan puasa daud, puasa satu hari, berbuka satu hari. Nabi Ayub AS dan Nabi
Syuib AS juga saumu. Nabi Ayub AS hidup serba berkekurangan dan mendapat
penyakit menahun, Nabi Syuib AS hidup sangat sederhana, beliau Nabi yang termasuk
banyak berpuasa, puasa bagi Nabi Syuib dan Ayub untuk sarana untuk mendekatkan
diri dan bertqwa kepada Allah SWT.
Puasa dalam litersi Yunani dan
Romawi Kuno juga ada, puasa masa Mesir Kuno dan Cina Kuno. Rata-rata mereka
berpuasa untuk mendapat kebugaran dan kesehatan. Puasa bagi mereka juga untuk
diet atau sebatas menguranggi makan dengan ketat. Cara berpuasa mereka beragam
bentuk rupanya.
Kembali kepada saumu, saumu
dalam literasi Islam dilakukan
oleh Nabi Muhammad Rasulullah SAW selama satu bulan penuh di bulan ramadhan. Ramadhan
merupakan bulan ke sembilan (9) pada penanggalan tahun hijriah, karena
dilaksankan di bulan ramadhan dinamai “Syahru
Ramadhan” (Baca Qs. al-Baqarah [2] 185).
Saumu atau puasa dalam literasi
Bahasa Arab adalah ash-Shiyam yang
berarti menahan. Sedangkan secara istilah, ash-Shiyam adalah beribadah kepada Allah Ta’ala dengan
menahan diri dari makan, minum dan hal-hal yang akan membatalkan puasa, dari
terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Dari uraian di atas
dirumuskan pengetahun saumu dalam persektif Psikologi Islam. Saumu
dalam literasi psikologi dipahami sebagai kemampuan dasar diri, hati, dan jiwa dalam psikologi
sufi.
Berdasarkan keberadaan puasa sepanjang peradapan
manusia di atas dan devinisi saumu dalam literasi
Bahasa Arab tadi, maka puasa itu tidak hanya sebatas tidak makan dan minum
disiang hari selama bulan ramadhan saumu, tapi merupakan aktifitas mental yang
dalam pada pengendalian diri, hati, dan jiwa dengan melibatkan tiga atribut (kekuatan)
psikologis self-control dan self-regulation serta peran
self-efficacy dalam menumbuhkan
berkeyakinan (beraqidah/ tauhid) yang murni dalam ber-Islam Kaffah.
Tiga kekuatan diri self-control dan self-regulation serta peran self-efficacy merupakan daya kekuatan psikologis yang didasari pada syari’at Islam,
langsung berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullaah SAW, serta ijtihad dari
para mujtahid yang bersinergi menumbuhkan ketaqwaan diri, hati, dan jiwa. Hal ini sesuai dengan pesan Allah SWT dalam
ayat tentang perintah berpuasa Qs. al-Baqarah [2] 185.
Penutup tulisan hari ini. … Ya Allah,
jangan siksa kami karena lupa atau bersalah. Ya Allah, jangan bebankan pada
kami beban berat seperti Kau bebankan pada orang‐orang sebelum kami. Ya Allah,
jangan Kau pikulkan pada kami apa yang tidak sanggup kami pikul. Ampunilah dan
maafkan kami, serta rahmatilah kami. Kaulah Penolong kami, maka tolonglah kami
untuk mengalahkan orang‐orang kafir🤲 (QS. Al‐Baqaroh [2] 286)*
Kampus 2 UAD Jogjakarta
Tanggal 3 Ramadhan 1443 H/ 04 April 2022 H.
Salam Abdoellah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar