FITRAH DIRI BER-ISLAM
[Ust.
Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]*
Fitrah ber-Islam (beragama) dalam diri manusia merupakan
naluri yang menggerakkan hatinya untuk melakukan perbuatan “suci” yang diilhami
oleh Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah manusia mempunyai sifat suci, yang dengan nalurinya
tersebut ia secara terbuka menerima kehadiran Tuhan yang maha suci.
Berdasarkan
Al-Quran surat Ar-Rum ayat 30: “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah
yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengerti”.
Jelaslah, secara
naluri manusia memiliki kesiapan untuk mengenal dan menyakini adanya Tuhan.
Dengan kata lain, pengetahuan dan pengakuan terhadap tuhan sebenarnya telah
tertanam secara kokoh dalam fitrah manusia.
Namun, perpaduan
dengan jasad telah membuat berbagai kesibukan manusia untuk memenuhi berbagai
tuntutan dan berbagai godaan serta tipu daya duniawi yang lain telah membuat
pengetahuan dan pengakuan tersebut kadang- kadang terlengahkan, bahkan ada yang
berbalik mengabaikan.
Sedikitnya
terdapat 9 (sembilan) makna fitrah yang dikemukakan oleh para ulama:
Pertama fitrah berarti suci. Menurut Al Auza’i, fitrah berarti kesucian
dalam jasmani dan rohani. sebagaimana pendapat Ismail Raji Al Faruqi yang mengatakan bahwa manusia
diciptakan dalam keadaan suci, bersih, dapat menyusun drama kehidupannya, tidak
peduli dengan lingkungan keluarga, masyarakat macam apa pun ia dilahirkan.
Kedua fitrah berarti Islam. Abu Hurairah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fitrah
adalah agama. Pendapat ini berdasar pada hadits Nabi:
Bukankah aku telah
menceritakan kepadamu pada sesuatu yang allah menceritakan kepadaku dalam
kitabNya bahwa Allah menciptakan Adam dan anak cucunya berpotensi menjadi
orang- orang muslim”.
Berangkat dari pemahaman hadits tersebut diatas, maka anak kecil yang meninggal
ia akan masuk surga. Karena ia dilahirkan dengan din al islam, walaupun ia
terlahir dari keluarga non muslim.
Ketiga fitrah berarti mengakui ke-Esaan
Allah (Tauhid). Manusia lahir dengan
membawa konsep tauhid, atau paling tidak berkecenderungan untuk meng-Esakan tuhannya
dan berusaha terus mencari untuk mencapai ketauhidan tersebut. Jiwa tauhid
adalah jiwa yang selaras dengan akal manusia.
Keempat fitrah dalam arti murni (Al
Ikhlas). Manusia lahir dengan
membawa berbagai sifat, salah satu diantaranya adalah kemurnian (keikhlasan)
dalam menjalankan suatu aktivitas. Makna demikian didasarkan pada hadits nabi
saw: “Tiga perkara yang menjadikan selamat, yaitu ikhlas berupa fitrah Allah
dimana manusia diciptakan dariNya, shalat berupa agama dan taat berupa benteng
penjagaan”.
Kelima fitrah berarti kondisi penciptaan
manusia yang cenderung menerima kebenaran.
Keenam fitrah dalam arti potensi dasar
manusia sebagai alat untuk mengabdi dan ma’rifatullah. Sebagaimana firman Allah
surat yasin ayat 22: “Mengapa aku tidak menyembah (Allah) yang telah
menciptakanku”.
Ketujuh fitrah dalam arti ketetapan atau
kejadian asal manusia mengenai kebahagiaan dan kesesatannya. Manusia lahir dengan
ketetapannya, apakah nanti ia akan menjadi orang bahagia atau menjadi orang
yang sesat.
Kedelapan fitrah dalam arti tabiat alami
manusia. Manusia lahir dengan
membawa tabi’at (perwatakan) yang berbeda- beda. Watak tersebut dapat berupa
jiwa pada anak atau hati sanubari yang dapat mengantarkan untuk sampai pada
ma’rifatullah. Sebelum usia baligh, anak belum bisa membedakan antara iman dan
kafir, karena wujud fitrah terdapat dalam qalb yang dapat mengantarkan pada
pengenalan nilai kebenaran tanpa terhalang apa pun.
Kesembilan fitrah dalam arti Insting
(Gharizah) dan wahyu dari Allah (Al Munazalah) Ibnu Taimiyah membagi fitrah
dalam dua macam: [1] Fitrah
Al Munazalah. Fitrah luar yang masuk
dalam diri manusia. Fitrah ini dalam bentuk petunjuk al qur’an dan sunnah yang
digunakan sebagai kendali dan pembimbing bagi Fitrah Al Gharizahah. [2] Fitrah Al Gharizah Fitrah inheren dalam diri manusia
yang memberi daya akal yang berguna untuk mengembangkan potensi dasar manusia. Semoga tulisan ini bermanfaat*
Penutup tulisan hari ini. Ya Allah, jangan Kau jadikan
hati kami condong pada kesesatan sesudah Kau beri petunjuk pada kami, dan
rahmatilah kami. Sungguh Kau Maha Pemberi karunia (Qs. Ali ‘Imran [3] 8).
Kampus 2 UAD
Tanggal 16 Ramadhan 1443 H/ 17 April 2022 H.
Salam Abdoellah
*Dosen Magister Psikologi UAD
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar