DIRI YANG DILAPANGKAN
II [Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag.,
S.Psi., M.Si.]* II
Kemaren malam saya
menerima satu pesan whatsapp (WA) dari seorang murid, dulu pernah belajar
dikelas pembelajaran yang saya ampu. Ananda ikut berkeluh kesah dengan situasi
sulitnya ekonomi saat ini.
Jangankan untuk membelikan baju kepada anak-anak
yang akan merayakan lebaran idul fitri, untuk biaya hidup sehari-hari saja luar
biasa berat dan menyesakkan dada.
Harga minyak goreng
meroket tinggi mencapai 100 persen sebelum ramadhan. Bahan bakar minyak (BBM) yang
menguasai hajat hidup masyarakat juga naik lebih dari 33 persen (pertamax).
Setelah dua bahan kebutuhan hidup di atas
melambung, maka diiringgi juga dengan melonjaknya harga sembilan bahan pokok (sembako)
di pasaran (pasar-pasar). Satu persatu harga sembako bahan makanan yang paling
dibutuhkan masyarakat naik pelan dan pasti ketitik harga yang lebih tinggi.
Masyarakat dan umat juga berkeluh kesah dengan
sulitnya lapangan pekerjaan dinegeri yang subur dan makmur ini. Kesuburan dan
kemakmuran negeri ini seolah hanya dimiliki segelintir manusia penguasa dan
oligarkinya.
Saat ini terasa sudah dangkal sekali rasa kemanusiaan
dalam berbangsa dan bertanah air Indonesia. Sebahagian besar para pemimpin dan
penguasa tidak lagi merasakan kesulitan-kesulitan hidup yang menerpa kehidupan rakyat
dan umat Islam khususnya.
Semua kebijakan ekonomi dan pemerintahan yang diputuskan
dan dijalankan semua direkayasa untuk kepentingan diri dan oligarkinya. Begitulah
situasi sulit himpitan ekonomi bagaikan gelombang sunami yang dasyat menerjang kehidupan
umat di ramadhan tahun ini.
Pada penghujung pesan WA ananda berkeluh. Pada
situasi sulit ini kemanakah kami akan mengadu?
Pertanyaan ini benar-benar membuat hati saya
luluh. Apalagi seketika saya menghitung diri dan membayangkan jumlah umat Islam
yang senasib sama dengan ananda.
Kehidupan yang pas-pasan, tidak memiliki
pekerjaan tetap, saat pandemik C19 tempo hari kehilangan pekerjaan atau di PHK
dan masih tingginya angka pengangguran di negeri yang subur bernama Indonesia. Semua
mereka tentu akan merasakan rasa yang sama kesulitan hidup yang sama saat ini.
Ananda maafkan Bapak, Bapak tidak banyak bisa
membantu. Umat maafkan saya, Saya tidak bisa membantu selain doa-doa terbaik agar
kita bisa keluar dari kesulitan ekonomi saat ini.
Bersama mari kita berikhtiar pada malam-malam
lailatul qadr, mengadukan semua rasa sulit ini, memohon dan meminta
pertolongan hanya kepada Allah SWT penguasa alam semesta.
Firman Allah SWT, artinya: Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan
hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan Qs. al‐Fatihah [1] 5.
Maka hadirkanlah semangat al-fatihah ini pada
diri, diri yang dilapangkan. Lahirkan kepatuhan dan ketundukkan diri yang ditimbulkan oleh
perasaan kebesaran Allah SWT.
Allah
SWT sebagai Tuhan yang disembah, diri yang dilapangkan berkeyakinan bahwa Allah
SWT mempunyai cara-cara terbaik menuntun hamba-Nya yang berikhtiar keluar dari kesulitan, sebab kekuasaan
Allah SWT mutlak terhadap kehidupan ini.
Diri
yang dilapangkan hanya berharap kepada Allah SWT untuk dapat menyelesaikan
suatu kesulitan (permasalan) apapun yang tidak sanggup ditanggung diri sendiri.
Diri
yang dilapangkan akan senantiasa berdoa dengan doa-doa nabi Musa AS berikut:
Berkata
Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku
urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti
perkataanku🤲 (Qs. Thaha [20] 25-28).*
Kampoeng Pilahan Kotagede Jogjakarta
Tanggal 23 Ramadhan 1443 H/ 24 April
2022 H.
Salam Abdoellah
*Dosen Psikologi Islam UAD Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar