DIRI
YANG BERSYUKUR
Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi.,
M.Si.
Suatu kali saya pernah ditanya. Putri saya saat itu dia masih sekolah di taman kanak-kanak. Pada saat dia belajar berpuasa, dia mengajukan pertanyaan
seperti ini; “Ayah kenapa kita harus berpuasa?” Saya mencoba memberikan jawaban:
Nak kita berpuasa untuk bisa bersyukur.
Lalu putri saya melanjutkan
pertanyaannya; Kenapa kita bersyukur? Saya mencoba memberikan jawaban yang dapat
dinalar anak waktu itu: kita bersyukur
agar disayang Allah (tentu suasana emosi dan perilaku saya usahankan satu hati
dengan anak). Begitu sekilas ikhtiar kami menumbuhkan diri yang beryukur atas
segala nikamat dan karunia Allah SWT.
Pada saat merakit tulisan diri yang bersyukur ini saya baru saja menguji tesis mahasiswa, temuan awal penelitian pada mahasiswa
di latar belakang dan hasil penelitaiannya memang terbukti.
Mahasiswa mengalami stress akademik
78,5 persen dari 149 mahasiswa. Temuan stress akademik yang tinggi terutama selama
pembelajaran dimasa pandemi C19, hal ini menarik saya kaitkan dengan diri yang
bersyukur.
Sebab kriteria nafsani yang mampu
bersyukur dengan tepat, adalah mereka yang dapat menata diri, hati, dan jiwanya
dengan baik menjadi diri yang bersyukur. Diri yang bersyukur tidak akan stress
dengan situasi apapun.
Bersyukur berarti bisa berbahagia,
nafsani yang berbahagia pasti jauh dari masalah,
jauh dari stress. Bersyukur berarti dapat
menata pikiran sehat, senan tiasa berhusnuzhan dalam kehidupan kepada siapapun termasuk kepada Allah SWT.
Bersyukur berarti memperkuat
kesehatan psikofisik, sehingga psikofisik menjadi siap menghadapi situasi
apapun, termasuk situasi yang ditimbulkan oleh C19 yang lalu.
Bahkan situasi yang lebih berat
sekalipun dari C19 yang lalu, dengan diri yang beryukur semakin memperkuat
nafsani kita. Bersyukur juga akan membentuk hubungan yang lebih memuaskan lahir
dan bathin, baik dengan keluarga, maupun hubungan hablumminallah maupun
hablumminannas.
Bersyukur berarti membuka
pintu-pintu langit terbuka selebar-lebarnya, sehingga curahan rahmad dan kasih
sayang tidak terbendung turun kebumi bagaikan hujan deras yang membawa rahmad dan keberkahan.
Bersyukurlah dan berikhtiar sungguh
dengan diri yang bersyukur maka segala sesuatu akan menjadi mudah. Pikiran akan
diluaskan, hati akan dilapangkan dan jiwa akan selalu berada dalam kesucian. Rasa
kebersyukuran yang kuat hadir dari akal yang sehat dan hati yang bersih serta
jiwa yang suci.
Rasa syukur seperti ini akan
membentuk keshalehan perilaku. Nafsani yang telah sampai dirinya pada titik memaksimalkan
diri yang bersyukur. Maka nafsani seperti inilah yang akan selau diringan lisan
untuk selalu bersyukur, berzikir
lisan dan mengucapan
Alhamdulillaahirabbil’alamiin atas seluruh karunia dan nikmat yang Allah SWT
berikan, hati dan jiwa yang telah berada diposisi ini tidak lagi memandang
nikmat Allah SWT itu besar atau kecil.
Bahkan tidak hanya sebatas lisan
yang bersyukur, hatinya juga bersyukur dan selalu bersyukur, hadir selalu pada
diri yang bersyukur qalbun syakirun (hati yang selalu bersyukur) dan qalbun
zikrun (hati yang selalu berzikir).
Diri yang bersyukur sungguh-sungguh
lillahita’ala akan membentuk keshalehan perilaku. Melaksanakan shalat, shiyamu,
dan haji/ umrah adalah rupa perilaku yang bersyukur. Perilaku yang bersyukur
merupakan perilakunya nafsani yang shaleh yang akan menghantarkan dirinya pada
diri yang bertaqwa.
Terkait diri yang bersyukur mari
kita renunggkan ayat berikut dari jiwa terdalam, artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih Qs. Ibrahim [13] 7).
Hai
orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang Qs. Al-Ahzab
[33] 41-42).
Mari kita berikhtiar sungguh-sungguh
agar selalu menjadi diri yang bersyukur. Bersyukurlah, kuatkanlah rasa kebersyukuran
diri agar kehidupan selalu berbahagia, diselamatkan dunia dan akhirat serta menjadi
diri yang muttaqien.*
Penutup tulisan hari ini. Ya Allah,
turunkan pada kami hidangan dari langit yang hari turunnya itu akan menjadi
hari raya bagi kami, bagi orang‐orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, serta
menjadi tanda bagi kekuasaan‐Mu. Berilah kami rezeki, dan Engkaulah Pemberi rizki yang
paling utama🤲(Qs. Al‐Ma’idah [5] 114).*
Kampus 2 UAD
Tanggal 13 Ramadhan 1443 H/ 14 April 2022 H.
Salam Abdoellah
*Dosen Psikologi Islam UAD Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar