DIRI YANG BERJEMAAH (1)
[Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag.,
S.Psi., M.Si.]*
Tulisan hari ini saya awali dari satu pengalaman berjemaah bersama teman-teman dan kolega. Hampir setiap
kali ada kesempatan bersama, pada waktu-waktu shalat tiba mesti kami saling mengajak, dengan ungkapan; “Yo
ke masjid shalat berjemaah dulu”.
Ajakan
kemasjid shalat berjemaah ini kadang direspon dengan baik, akhirnya kita bersama-sama
shalat berjemaah di masjid diawal waktu. Kadang direspon dengan ungkapan; “Ini masih
ada pekerjaan, nanti kalau sudah selesai saya akan shalat”.
Pada
kesempatan yang lain pernah juga ajakan shalat berjemaah direspon dengan “Ya silahkan shalatlah duluan,
nanti saya shalat disini saja”.
Pernah
juga dalam satu perjalanan luar kota, beberapa menit menjelang waktu masuk, mari
kita berhenti dulu di masjid terdekat, biar bisa syalat berjemaah. “Ya nanti saja
ditempat tujuan, mesti tempat tujuan masih satu jam perjalan lagi.
Bahkan
pada lain kesempat lain kita lebih memilih makan duluan shalat nanti saja,
waktu nya masih panjang. Bahkan ada yang lebih egois diri yang berjemaah, “lebih
baik teringat shalat dalam makan dari teringat makan dalam shalat”. Begitulah realita diri yang belum
dapat berjemaah.
Mananggapi realita diri di atas, muhassabah sore menjelang
berbuka ini puasa hari ke tujuh belasa “Mengapa diri mesti berjemaah?”
Hasil muhassabah singkat menjawab pertanyaan tersebut.
Berdasarkan keyakinan diri yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Kedua
dari nafsani psikologis.
Pertama bersasarkan keyakinan diri diri yang berjemaah
merupakan kemenangan terbesar pada diri
menundukkan kekuatan dan ego diri yang beragam rupanya seperti di atas tadi. Renungkanlah
ayat berikut:
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar Qs. al-Ahzab [33] 70-71.
Pokok dari satu perkara adalah Islam dan tiangnya
adalah shalat (HSR Tirmidzi).
Barang siapa yang mendengar adzan, lalu dia tidan mendatanggi
masjid (berjemaah) maka tidak ada shalat baginya (HSR Ibnu Majah).
Berikut hadits yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Hiban
dalam syahihnya, menjelaskan; Rasulullah SAW berkeinginan membakar rumah-rumah
muslim (laki-laki) yang tidak berjemaah syalat dimasjid-masjid.
Menjadi diri yang berjemaah, malaikat akan mencatat
setiap langkah kakinya menuju masjid, bahkan para malaikan saling berebutan mencatatnya.
Berjalan menuju shalat berjemaah akan mendapatkan
jaminan kehidupan yang baik dan kematian yang baik, mendapatkan jaminan dihapuskan
dosa-dosa.
Begitulah dasyatnya keutamaan syalat berjemaah dalam diri
seorang muslim. Marilah kita tuntun diri untuk selalu menjadi diri yang
berjemaah (Bersambung).*
Penutup tulisan hari ini. Ya Allah, hadirkan kekuatan diri, hati, dan
jiwa untuk selalu bisa berjemaah di masjid-masjid-Mu🤲*
Kampoeng Pilahan Kotagede Jogja
Tanggal 17 Ramadhan 1443 H/ 18 April
2022 H.
Salam Abdoellah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar