Minggu, 26 Februari 2012

PEMBAJAKAN EMOSI


 PEMBAJAKAN EMOSI*

Banyak orang yang menyesali suatu perbuatan yang dikerjakan menurutnya tanpa pemikiran mendalam tetapi berdampak luar biasa pada dirinya. Seseorang tiba-tiba melakukan pembunuhan meskipun tanpa direncanakan sebelumnya. Hal ini dilakukan karena mereka merasa ada situasi dan perasaan yang menekannya. Namun setelah peristiwa itu terjadi baru ia sadar mengapa ia bisa melakukannya?
Ledakan emosional tersebut yang kemudian disebut sebagai pembajakan saraf (emosi). Ketika peristiwa tersebut terjadi, pusat otak dalam limbik mengumumkan adanya keadaan darurat sambil menghimpun bagian-bagian lain otak untuk mendukung agendanya yang mendesak. Pembajakan tersebut berlangsung seketika dan memicu reaksi atas momen penting sebelum neokorteks (bagian otak yang berpikir, memahami sepenuhnya apa yang terjadi, misalnya memutuskan suatu gagasan atau tindakan yang baik). Ciri utama pembajakan itu adalah begitu saat tersebut berlalu, mereka yang mengalaminya tidak menyadari apa yang baru saja mereka lakukan. Pembajakan emosi tidak selalu terjadi untuk hal-hal yang ekstrim seperti pembunuhan. Sering kita marah kepada isteri, anak-anak, teman, tetangga dengan memaki-makinya secara kasar, namun setelah direnungkan dan ditinjau kembali ia merasa sebenarnya yang ia lakukan tersebut tidak perlu terjadi. Pembajakan emosi juga terjadi pada hal-hal yang positif, misalnya kita akan tertawa terbahak-bahak secara spontan ketika mendengar sesuatu yang lucu. Kita juga tiba-tiba bias menangis berlinang air mata ketika kita merasa haru atas pengumuman hasil prestasi yang kita lakukan, lulus ujian atau lolos beasiswa misalnya.

LETAK SEMUA EMOSI
Pada manusia amigdala (dari bahasa Yunani yang berarti buah almond/buah badam) adalah kelompok struktur yang saling terkoneksi berbentuk buah badam yang bertumpu pada batang otak, dekat alas cincin limbik. Ada dua amigdala, masing-masing di setiap sisi otak, di sisi kepala yang bentuknya lebih besar jika dibandingkan dengan amigdala pada primata.
Hippocampus dan amigdala merupakan dua bagian penting “otak hidung” primitive yang dalam evolusi memunculkan korteks dan neokorteks. Hingga saat ini, kedua struktur limbik itu melakukan sebagian besar atau banyak ingatan, dan amigdala adalah spesialis masalah-masalah emosional. Apabila amigdala dipisahkan dari bagian otak lainnya, hasilnya adalah ketidakmampuan dalam menangkap makna emosional suatu peristiwa atau dengan kata lain ia akan mengalami “kebutaan afektif”. Sehingga ia akan melewatkan setiap kejadian dengan tanpa makna. Ia akan kehilangan perasaannya, tidak mampu bersosialisasi dengan empatik dengan lingkungannya. Di sinilah amigdala juga disebut makna emosi itu sendiri. Di dalamnya terletak kasih sayang, bahagia, sedih, kesenangan, cinta, dan nafsu. Fungsi-fungsi amigdala dalam neokorteks inilah yang merupakan inti kecerdasan emosional.

Sumber: www. northofneutral.wordpress.com



Sumber: www. anthropology.net

KABEL PEMICU SARAF
Untuk memahami kekuatan emosi dalam kehidupan mental adalah momen-momen tindakan penuh emosi (nafsu) yang belakangan meninggalkan penyesalan. Kejadian yang menyenangkan tiba-tiba bisa berbuah pertengkaran karena ada salah satu pihak yang kemudian melakukan hal yang mengecewakan padahal itu persoalan kecil saja. Sesuatu yang secara emosional lebih besar dapat segera berubah/beralih oleh sesuatu yang secara emosional jauh lebih kecil. Pada saat seperti inilah perasaan impulsif mengalahkan nalar. Amigdala menghimpun pengalaman-pengalaman terkait dengan emosi, apakah ia rasa takut, sakit, benci dan yang lain. Ketika sinyal-sinyal tersebut dating, secepat itu pula mereaksi bak kabel pemicu saraf dan memberi pesan telegrafis ke seluruh bagian otak. Ia seperti sekuriti dengan operator yang siap siaga mengirimkan panggilan-panggilan darurat untuk pengamanan diri. Ketika ada tanda bahaya rasa takut, amigdala akan mengirimkan pesan-pesan mendesak ke setiap bagian otak yang penting dan memicu diproduksinya hormon ‘bertempur’ atau ‘kabur’, memobilisasi pusat-pusat gerak, mengaktifkan system pembuluh darah, jantung, otot, dan segala hal dalam tubuh dalam rangka penyelamatan diri. Sirkuit itu pula yang memberi isyarat dan memerintahkan kepada batang otak untuk menampilkan ekspresi wajah ketakutan, mempercepat degup jantung, meningkatkan tekanan darah dan mengaduk-aduk sistem korteks untuk mencari pengalaman reaksi yang tepat.

PENJAGA EMOSI
Pendapat konvensional dalam ilmu saraf menyatakan bahwa mata, telinga, dan organ pengindera lainnya mengirimkan sinyal-sinyal ke thalamus, kemudian wilayah neokorteks memprosesnya lalu disusun benda-benda yang bisa dipahami. Sinyal dipilah-pilah menurut maknanya sehingga otak mengenali masing-masing objek dan memberikan arti. Neokorteks kemudian mengirim sinyal itu ke otak limbik, dan dari situ respon yang cocok direfleksikan melalui otak dan bagian tubuh lainnya. Begitulah cara otak bekerja pada umumnya. Namun bagi amigdala ada proses yang lebih singkat. Neuron-neuron kecil dan lebih pendek –mirip jalan pintas saraf- memungkinkan amigdala untuk menerima sejumlah masukan langsung dari indera-indera dan memulai suatu respon sebelum masukan itu terdata sepenuhnya oleh neokorteks. Amigdala dapat memicu respon emosional melalui jalur darurat ini dan bersegera merumuskan reaksi emosionalnya, sementara neokorteks menghimpun sinyal-sinyal tersebut secara lengkap baru kemudian mereaksinya dengan tindakan yang lebih tepat.
Menurut LeDoux, secara anatomi system emosi dapat bertindak sendiri terlepak dari neokorteks. Beberapa reaksi emosional dan ingatan emosional dapat terbentuk tanpa partsisipasi kognitif dan kesengajaan apapun. Amigdala dapat menyimpan ingatan dan repertoar respon, sehingga kita bertindak tanpa betul-betul menyadari mengapa kita melakukannya, karena jalan pintas dari thalamus menuju amigdala samasekali tidak melewati neokorteks. Jalan pintas inilah yang memungkinkan amigdala memiliki semacam gudang kesan dan ingatan emosional yang tidak pernah kita ketahui sewaktu berada dalam kesadaran penuh. Ia bekerja secara cepat dan memberi keputusan secara cepat pula dibawah kesadaran kognitif. Ia memiliki pikirannya sendiri, pikiran yang mempunyai pandangan dan tidak terpengaruh oleh pikiran rasional.



Sumber: www.sofiatopia.org/equiaeon/ibrain8.jpg&imgrefurl

MENGELOLA EMOSI, NALAR DAN RAKTEK DALAM PEMBELAJARAN

Segala kejadian yang mengandung muatan emosi akan lebih kuat tersimpan dalam emosi daripada kejadian biasa tanpa makna. Dalam tindakan terbaik emosi harus sinergi dan keseimbangan dengan nalar. Nalar harus ditempatkan sebagai eksekutif dalam emosi kita, karena ia akan membimbing memberi keputusan dengan penuh pertimbangan dan analisa, sehingga akan terbebas dari serampangan. Dalam praktek pembelajaran yang cenderung mengedepankan nalar haruslah diberi muatan makna emosi sehingga subyek belajar akan lebih bisa memaknai apa yang dipelajari dan akan tersimpan dalam long term memory-nya.


Daftar Pustaka:

Goleman, Daniel. 2001. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

----------------------------------------------------

*Sumber: Disarikan dari Tugas Psikologi Pendidikan Lanjut Suyadi Mahasiswa PPs BK UM Angkatan 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar