Minggu, 12 Februari 2012

APAKAH FUNGSI (KEGUNAN) EMOSI?




Emosi adalah dorongan untuk bertindak, mengatasi masalah yang telah ada sepanjang sejarah evolusi manusia. Emosi merupakan satu potensi yang harus bisa dipertimbangkan dalam dunia pendidikan,  Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun istilah “emosi” dalam pengertian E.Q  merupakan hal yang relatif baru dibandingkan I.Q., namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosi tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002).
Fungsi (kegunaan) emosi adalah  (1) menciptakan  tindakan yang amat berani dan menantang bahaya,  (2) dapat berbuat sesuatu, bahkan manusia dapat berbuat ekstrim  sekalipun terhadap diri sendiri, (3) untuk bertahan hidup dan  berkembang biak (Goleman, 2004). Pada tulisan yang lain Goleman dan Hammen (2002) emosi memiliki empat fungsi (1) pembangkit energi (energizer), (2) pembawa informasi (messenger), (3) dapat dipahami universal, dan (4) sumber informasi keberhasilan individu.
 Manusia memiliki dua pikiran yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Dikotomi emosional-rasional kurang lebih sama dengan dikotomi “hati” dan “kepala”. Pada umumnya kedua pikiran tersebut bekerja dalam keselarasan yang erat, saling melengkapi dalam mengarahkan manusia menjalani kehidupan.
Dua arah pemikiran yang muncul pertama merupakan tindakan pikiran emosional, yang kedua tindakan pikiran rasional. Dalam artian yang sesungguhnya, kita memiliki dua pikiran, berpikir dan merasa, kedua cara pemahaman yang secara fundamental berbeda ini bersifat saling mempengaruhi dalam membentuk kehidupan mental manusia.
Pikiran rasional, adalah model pemahaman yang lazimnya kita sadari, lebih menonjol kesadaranya, bijaksana, bertindak hati-hati, dan sebagainya, sementara pikiran emosional dikotomi kurang lebih maknanya sama dengan istilah awam “hati” dengan “kepala” (yang bermakna pemikiran rasional/ kognitif). Pemaknaan pemikiran emosional ini seiring dengan pendapat Ary Ginanjar Agustian (2007) dengan istilah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi adalah kemampuan merasa, kunci kecerdasan emosi adalah kejujuran anda pada suasana hati. Ada suatu tahapan yang ajek dalam perbandingan kendali rasional emosional terhadap pola pikir, semakin kuat perasaan (suasana hati) semakin dominan pikiran emosional dan semakin tidak efektif pikiran rasional (Goleman, 2004).
Pada umumnya pikiran emosional dan pikiran rasional bekerja dalam keselarasan yang erat, saling mendukung, memperkuat, dan saling melengkapi. Biasanya ada keseimbangan antara pikiran emosional dan pikiran rasional, emosi memberikan masukan dan informasi kepada proses pikiran rasional dan pikiran rasional memperbaiki dan terkadang memveto masukan emosi tersebut. Namun, pikiran emosional dan pikiran rasional merupakan kemampuan yang semi mandiri.
Berkaitan dengan pikiran emosional sebagaimana yang dikemukakan Goleman dapat dikemukakan ulasan bahwa pikiran emosional yang dimaksud adalah kecerdasan emosional dengan ulasan teoritik sebagai berikut:
Merujuk pada salah satu definisi emosi yang diungkap J.P. Du Preez  dosen senior Potchefstroom University Amerika Selatan (Martin, 2003) secara tegas emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi biasanya terkait erat dengan aktifitas kognitif (berfikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi spesifik.  Contoh: jika sedih, biasanya kita menangis, jika lucu, kita tertawa. Namun reaksi fisik bukanlah petunjuk utama. Karena kalau diobservasi lebih dalam, mengapa ada orang yang saking bahagianya sampai menangis? Atau ada orang yang mencerikanan sebuah peristiwa sedih dengan wajah tersenyum?
Jika kita mempersepsikan kondisi jalan macet sebagai akibat  sopir angkot yang ugal-ugalan maka kita akan marah. Tapi jika kita menerima sebagai sesuatu yang lumrah, kita akan lebih tenang. Jika waktu ujian semakin dekat kita mungkin takut gagal. Lalu kita cemas dan mulai belajar dengan tekun. Jika uang ditabungan semakin menipis, kita kuwatir kehabisan uang, lalu kita mulai berhemat. Ini adalah pola yang bersifat umum, emosi sering timbul dari cara kita memikirkan sesuatu. Walaupun kita sepakat bahwa emosi adalah hasil reaksi kognitif, tetapi proses pengolahannya pada setiap individu bisa beraneka rakam, karena setiap orang adalah unik dan kompleks dengan dinamika mentalnya masing-masing.
Dari definisi Du Preez di atas dapat disimpulkan bahwa emosi manusia terkait dengan tiga aspek penting, yakni: persepsi, pengalaman, dan proses berpikir. Contoh: reaksi yang muncul dari sekelompok orang menyaksikan peristiwa kecelakaan tabrak lari yang menyebabkan tewasnya seorang anak kecil. Reaksi pertama, seorang direktur berkata dengan marah, “Kurang ajar supir yang melarikan diri itu, Ngak selamat dia!”, reaksi kedua, seorang ibu tua berkata sedih, “Kasihan sekali kedua orang tua anak ini”,  reaksi ketiga, seorang pemuda berkata dengan jengkel, “Anak kecil ini mestinya nggak main-main ditengah jalan begini, inilah akibatnya”. Perhatikan bagaimana emosi yang berbeda dari tiga orang dalam kisah di atas disebabkan oleh persepsi, pengalaman, dan proses berpikir mereka yang berbeda. Padahal sumber stimulusnya sama.

DAFTAR BACAAN

Agustian, A.G. 2007. Emotional Spiritual Quotient. Jakarta:  Arga Publishing.
Corey, Gerald. 1982. Theory and Practice of Counseling and Psychoterapy, Scond Edition. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company.
Gardner, H. 2006. Multiple Intelligences. New Horizons Completely Revised and Updated. New York: Basic Books.
Goleman, D. 1995. Emotional Intelligence. Why it Can Matler Mur Than I.Q. New York: Bantam Books.
Martin, A.D. 2003. Emotional Quality Management. Jakarta:  Arga Publishing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar