Jumat, 01 November 2024

PSIKOLOGI TAQWA: LAPAR DAN KENYANG

PSIKOLOGI TAQWA

Menghadirkan Hati Diri Dan Jiwa Muttaqien

Lapar dan Kenyang

[Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag., S.Psi., M.Si.]*

 

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌۭ

 

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". [Surat Ibrahim (14) ayat 7].

Sepotong roti di tangan orang lapar, simbol sederhana dari syukur yang mendalam. Ketika perut kosong, sepotong roti bisa menjadi sumber kehidupan yang berharga, menggugah hati untuk menghargai setiap remah yang ada. Dalam keadaan berkekurangan, seseorang cenderung lebih menyadari nikmat yang diberikan, sehingga rasa syukur muncul dengan tulus. Hal ini sejalan dengan QS Ibrahim (14:7), di mana Allah SWT berfirman, artinya: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu." Dengan demikian, kelaparan tidak hanya menggugah rasa syukur, tetapi juga menanamkan kesadaran Ilahiyah akan pentingnya mensyukuri setiap karunia yang datang.

Sebaliknya, sepotong roti yang sama di tangan orang yang sudah kenyang sering kali tidak menambah rasa syukur. Dalam kenyamanan dan kelimpahan, ada kecenderungan untuk menganggap remeh nikmat yang diterima. Rasa syukur bisa memudar, bahkan berubah menjadi sikap kufur, di mana seseorang lupa akan asal usul nikmat yang ada. Seperti yang ditegaskan dalam ayat yang sama, jika kita mengingkari nikmat Allah SWT, konsekuensinya bisa sangat serius. Keberadaan yang terlalu nyaman bisa menjauhkan seseorang dari kesadaran akan rasa syukur, menjadikannya lebih rentan terhadap kebutaan hati akan karunia yang telah diterima.

 

UAD Kampus 2, Bantul DI Yogayakarta

Tanggal 04 Rabi’ul Akhir 1446 H/ 1 Noverber 2024 H.

 

Salam Ana Abdoellah

*Magister Psikologi UAD Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar