PEMBAJAKAN EMOSI*
Banyak orang yang menyesali suatu perbuatan yang dikerjakan menurutnya tanpa pemikiran mendalam tetapi berdampak luar biasa pada dirinya. Seseorang
tiba-tiba melakukan pembunuhan meskipun tanpa direncanakan sebelumnya. Hal ini
dilakukan karena mereka merasa ada situasi dan perasaan yang menekannya. Namun
setelah peristiwa itu terjadi baru ia sadar mengapa ia bisa melakukannya?
Ledakan emosional tersebut yang kemudian disebut sebagai pembajakan saraf
(emosi). Ketika peristiwa tersebut terjadi, pusat otak dalam limbik mengumumkan
adanya keadaan darurat sambil menghimpun bagian-bagian lain otak untuk
mendukung agendanya yang mendesak. Pembajakan tersebut berlangsung seketika dan
memicu reaksi atas momen penting sebelum neokorteks (bagian otak yang berpikir,
memahami sepenuhnya apa yang terjadi, misalnya memutuskan suatu gagasan atau
tindakan yang baik). Ciri utama pembajakan itu adalah begitu saat tersebut
berlalu, mereka yang mengalaminya tidak menyadari apa yang baru saja mereka
lakukan. Pembajakan emosi tidak selalu terjadi untuk hal-hal yang ekstrim
seperti pembunuhan. Sering kita marah kepada isteri, anak-anak, teman, tetangga
dengan memaki-makinya secara kasar, namun setelah direnungkan dan ditinjau
kembali ia merasa sebenarnya yang ia lakukan tersebut tidak perlu terjadi.
Pembajakan emosi juga terjadi pada hal-hal yang positif, misalnya kita akan
tertawa terbahak-bahak secara spontan ketika mendengar sesuatu yang lucu. Kita
juga tiba-tiba bias menangis berlinang air mata ketika kita merasa haru atas
pengumuman hasil prestasi yang kita lakukan, lulus ujian atau lolos beasiswa
misalnya.
LETAK SEMUA EMOSI
Pada manusia amigdala (dari bahasa Yunani yang berarti buah almond/buah badam) adalah kelompok
struktur yang saling terkoneksi berbentuk buah badam yang bertumpu pada batang
otak, dekat alas cincin limbik. Ada dua amigdala, masing-masing di setiap sisi
otak, di sisi kepala yang bentuknya lebih besar jika dibandingkan dengan
amigdala pada primata.
Hippocampus dan amigdala merupakan dua bagian penting
“otak hidung” primitive yang dalam evolusi memunculkan korteks dan neokorteks.
Hingga saat ini, kedua struktur limbik itu melakukan sebagian besar atau banyak
ingatan, dan amigdala adalah spesialis masalah-masalah emosional. Apabila amigdala
dipisahkan dari bagian otak lainnya, hasilnya adalah ketidakmampuan dalam
menangkap makna emosional suatu peristiwa atau dengan kata lain ia akan
mengalami “kebutaan afektif”. Sehingga ia akan melewatkan setiap kejadian
dengan tanpa makna. Ia akan kehilangan perasaannya, tidak mampu bersosialisasi
dengan empatik dengan lingkungannya. Di sinilah amigdala juga disebut makna
emosi itu sendiri. Di dalamnya terletak kasih sayang, bahagia, sedih,
kesenangan, cinta, dan nafsu. Fungsi-fungsi amigdala dalam neokorteks inilah
yang merupakan inti kecerdasan emosional.
Sumber: www. northofneutral.wordpress.com
Sumber: www. anthropology.net
KABEL PEMICU SARAF
Untuk memahami kekuatan emosi dalam kehidupan mental adalah momen-momen
tindakan penuh emosi (nafsu) yang belakangan meninggalkan penyesalan. Kejadian
yang menyenangkan tiba-tiba bisa berbuah pertengkaran karena ada salah satu
pihak yang kemudian melakukan hal yang mengecewakan padahal itu persoalan kecil
saja. Sesuatu yang secara emosional lebih besar dapat segera berubah/beralih
oleh sesuatu yang secara emosional jauh lebih kecil. Pada saat seperti inilah
perasaan impulsif mengalahkan nalar. Amigdala menghimpun pengalaman-pengalaman
terkait dengan emosi, apakah ia rasa takut, sakit, benci dan yang lain. Ketika
sinyal-sinyal tersebut dating, secepat itu pula mereaksi bak kabel pemicu saraf
dan memberi pesan telegrafis ke seluruh bagian otak. Ia seperti sekuriti dengan
operator yang siap siaga mengirimkan panggilan-panggilan darurat untuk
pengamanan diri. Ketika ada tanda bahaya rasa takut, amigdala akan mengirimkan
pesan-pesan mendesak ke setiap bagian otak yang penting dan memicu
diproduksinya hormon ‘bertempur’ atau ‘kabur’, memobilisasi pusat-pusat gerak,
mengaktifkan system pembuluh darah, jantung, otot, dan segala hal dalam tubuh dalam
rangka penyelamatan diri. Sirkuit itu pula yang memberi isyarat dan
memerintahkan kepada batang otak untuk menampilkan ekspresi wajah ketakutan,
mempercepat degup jantung, meningkatkan tekanan darah dan mengaduk-aduk sistem
korteks untuk mencari pengalaman reaksi yang tepat.
PENJAGA EMOSI
Pendapat konvensional dalam ilmu saraf menyatakan bahwa mata, telinga, dan
organ pengindera lainnya mengirimkan sinyal-sinyal ke thalamus, kemudian
wilayah neokorteks memprosesnya lalu disusun benda-benda yang bisa dipahami.
Sinyal dipilah-pilah menurut maknanya sehingga otak mengenali masing-masing
objek dan memberikan arti. Neokorteks kemudian mengirim sinyal itu ke otak
limbik, dan dari situ respon yang cocok direfleksikan melalui otak dan bagian
tubuh lainnya. Begitulah cara otak bekerja pada umumnya. Namun bagi amigdala
ada proses yang lebih singkat. Neuron-neuron kecil dan lebih pendek –mirip
jalan pintas saraf- memungkinkan amigdala untuk menerima sejumlah masukan
langsung dari indera-indera dan memulai suatu respon sebelum masukan itu
terdata sepenuhnya oleh neokorteks. Amigdala dapat memicu respon emosional
melalui jalur darurat ini dan bersegera merumuskan reaksi emosionalnya,
sementara neokorteks menghimpun sinyal-sinyal tersebut secara lengkap baru
kemudian mereaksinya dengan tindakan yang lebih tepat.
Menurut LeDoux, secara anatomi system emosi dapat bertindak sendiri
terlepak dari neokorteks. Beberapa reaksi emosional dan ingatan emosional dapat
terbentuk tanpa partsisipasi kognitif dan kesengajaan apapun. Amigdala dapat
menyimpan ingatan dan repertoar respon, sehingga kita bertindak tanpa
betul-betul menyadari mengapa kita melakukannya, karena jalan pintas dari
thalamus menuju amigdala samasekali tidak melewati neokorteks. Jalan pintas
inilah yang memungkinkan amigdala memiliki semacam gudang kesan dan ingatan
emosional yang tidak pernah kita ketahui sewaktu berada dalam kesadaran penuh.
Ia bekerja secara cepat dan memberi keputusan secara cepat pula dibawah kesadaran
kognitif. Ia memiliki pikirannya sendiri, pikiran yang mempunyai pandangan dan
tidak terpengaruh oleh pikiran rasional.
Sumber: www.sofiatopia.org/equiaeon/ibrain8.jpg&imgrefurl
MENGELOLA EMOSI, NALAR DAN RAKTEK DALAM PEMBELAJARAN
Segala kejadian yang mengandung muatan emosi akan lebih kuat tersimpan
dalam emosi daripada kejadian biasa tanpa makna. Dalam tindakan terbaik emosi
harus sinergi dan keseimbangan dengan nalar. Nalar harus ditempatkan sebagai
eksekutif dalam emosi kita, karena ia akan membimbing memberi keputusan dengan
penuh pertimbangan dan analisa, sehingga akan terbebas dari serampangan. Dalam
praktek pembelajaran yang cenderung mengedepankan nalar haruslah diberi muatan
makna emosi sehingga subyek belajar akan lebih bisa memaknai apa yang
dipelajari dan akan tersimpan dalam long
term memory-nya.
Daftar Pustaka:
Goleman, Daniel.
2001. Emotional Intelligence: Kecerdasan
Emosional, Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
----------------------------------------------------
*Sumber: Disarikan dari Tugas Psikologi
Pendidikan Lanjut Suyadi Mahasiswa PPs BK UM Angkatan 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar