Emosi adalah dorongan untuk bertindak, mengatasi masalah yang
telah ada sepanjang sejarah evolusi manusia. Emosi merupakan satu potensi yang harus
bisa dipertimbangkan dalam dunia pendidikan, Teori Daniel Goleman,
sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas.
Walaupun istilah “emosi” dalam pengertian E.Q merupakan hal yang
relatif baru dibandingkan I.Q., namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan
bahwa kecerdasan emosi tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002).
Fungsi (kegunaan)
emosi adalah (1) menciptakan tindakan yang amat berani dan menantang
bahaya, (2) dapat berbuat sesuatu,
bahkan manusia dapat berbuat ekstrim
sekalipun terhadap diri sendiri, (3) untuk bertahan hidup dan berkembang biak (Goleman, 2004). Pada tulisan yang lain Goleman dan Hammen (2002) emosi
memiliki empat fungsi (1) pembangkit energi (energizer), (2) pembawa informasi (messenger), (3) dapat dipahami universal, dan (4) sumber informasi
keberhasilan individu.
Manusia memiliki
dua pikiran yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Dikotomi
emosional-rasional kurang lebih sama dengan dikotomi “hati” dan “kepala”. Pada
umumnya kedua pikiran tersebut bekerja dalam keselarasan yang erat, saling
melengkapi dalam mengarahkan manusia menjalani kehidupan.
Dua arah pemikiran yang muncul pertama merupakan tindakan
pikiran emosional, yang kedua tindakan pikiran rasional. Dalam artian yang
sesungguhnya, kita memiliki dua pikiran, berpikir dan merasa, kedua cara pemahaman yang secara fundamental berbeda ini bersifat
saling mempengaruhi dalam membentuk kehidupan mental manusia.
Pikiran rasional, adalah model pemahaman yang lazimnya
kita sadari, lebih menonjol kesadaranya, bijaksana, bertindak hati-hati, dan
sebagainya, sementara pikiran emosional dikotomi kurang lebih maknanya sama dengan
istilah awam “hati” dengan “kepala” (yang bermakna pemikiran rasional/ kognitif). Pemaknaan pemikiran
emosional ini seiring dengan pendapat Ary Ginanjar Agustian (2007) dengan
istilah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi adalah kemampuan merasa, kunci kecerdasan
emosi adalah kejujuran anda pada suasana hati. Ada suatu tahapan yang ajek
dalam perbandingan kendali rasional emosional terhadap pola pikir, semakin kuat
perasaan (suasana hati) semakin dominan pikiran emosional dan semakin tidak
efektif pikiran rasional (Goleman, 2004).
Pada umumnya pikiran emosional dan pikiran rasional bekerja
dalam keselarasan yang erat, saling mendukung, memperkuat, dan saling
melengkapi. Biasanya ada keseimbangan antara pikiran emosional dan pikiran
rasional, emosi memberikan masukan dan informasi kepada proses pikiran rasional
dan pikiran rasional memperbaiki dan terkadang memveto masukan emosi tersebut.
Namun, pikiran emosional dan pikiran rasional merupakan kemampuan yang semi
mandiri.
Berkaitan dengan pikiran emosional sebagaimana yang
dikemukakan Goleman dapat dikemukakan ulasan bahwa pikiran emosional yang
dimaksud adalah kecerdasan emosional dengan ulasan teoritik sebagai berikut:
Merujuk pada salah satu definisi emosi yang diungkap J.P.
Du Preez dosen senior Potchefstroom
University Amerika Selatan (Martin, 2003) secara tegas emosi adalah suatu
reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi biasanya
terkait erat dengan aktifitas kognitif (berfikir) manusia sebagai hasil
persepsi terhadap situasi spesifik.
Contoh: jika sedih, biasanya kita menangis, jika lucu, kita tertawa.
Namun reaksi fisik bukanlah petunjuk utama. Karena kalau diobservasi lebih
dalam, mengapa ada orang yang saking bahagianya sampai menangis? Atau ada orang
yang mencerikanan sebuah peristiwa sedih dengan wajah tersenyum?
Jika kita mempersepsikan kondisi jalan macet sebagai
akibat sopir angkot yang ugal-ugalan
maka kita akan marah. Tapi jika kita menerima sebagai sesuatu yang lumrah, kita
akan lebih tenang. Jika waktu ujian semakin dekat kita mungkin takut gagal.
Lalu kita cemas dan mulai belajar dengan tekun. Jika uang ditabungan semakin
menipis, kita kuwatir kehabisan uang, lalu kita mulai berhemat. Ini adalah pola
yang bersifat umum, emosi sering timbul dari cara kita memikirkan sesuatu.
Walaupun kita sepakat bahwa emosi adalah hasil reaksi kognitif, tetapi proses
pengolahannya pada setiap individu bisa beraneka rakam, karena setiap orang
adalah unik dan kompleks dengan dinamika mentalnya masing-masing.
Dari definisi Du Preez di atas dapat disimpulkan bahwa
emosi manusia terkait dengan tiga aspek penting, yakni: persepsi, pengalaman,
dan proses berpikir. Contoh: reaksi yang muncul dari sekelompok orang
menyaksikan peristiwa kecelakaan tabrak lari yang menyebabkan tewasnya seorang
anak kecil. Reaksi pertama, seorang direktur berkata dengan marah, “Kurang ajar
supir yang melarikan diri itu, Ngak selamat dia!”, reaksi kedua, seorang ibu
tua berkata sedih, “Kasihan sekali kedua orang tua anak ini”, reaksi ketiga, seorang pemuda berkata dengan
jengkel, “Anak kecil ini mestinya nggak main-main ditengah jalan begini, inilah
akibatnya”. Perhatikan bagaimana emosi yang berbeda dari tiga orang dalam kisah
di atas disebabkan oleh persepsi, pengalaman, dan proses berpikir mereka yang
berbeda. Padahal sumber stimulusnya sama.
DAFTAR BACAAN
Agustian, A.G. 2007. Emotional
Spiritual Quotient. Jakarta: Arga
Publishing.
Corey, Gerald. 1982. Theory and
Practice of Counseling and Psychoterapy, Scond Edition. Monterey,
California: Brooks/Cole Publishing Company.
Gardner, H. 2006. Multiple Intelligences. New Horizons
Completely Revised and Updated. New York: Basic Books.
Goleman, D. 1995. Emotional Intelligence. Why it Can Matler Mur Than I.Q. New York: Bantam
Books.
Martin, A.D. 2003. Emotional Quality
Management. Jakarta: Arga
Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar