Sabtu, 17 Maret 2012

PENDIDIKAN EMOSI


PENDIDIKAN EMOSI

Oleh: Yuzarion
Nueva Learning Center adalah sekolah swasta yang menawarkan contoh kursus kecerdasan emosional. Pembelajaran Self Science yang ditawarkan disekolah ini sesuatu yang berbeda dengan sekolah pada umumnya. Urutan panggilan yang tak lumrah tengah berlangsung diantara kelima belas murid kelas lima yang duduk melingkar dengan gaya Indian dilantai. Sewaktu guru menyebut nama mereka, murid-murid itu menjawab bukan dengan jawaban “Ada” yang biasa berlaku disekolah, melainkan menyebutkan angka yang menunjukkan perasaan mereka; satu berarti tidak bersemangat, sepuluh berarti amat bergairah.
Bahan pelajaran  Self Science adalah perasaan-perasaan kita sendiri dan perasaan yang muncul dalam setiap hubungan. Pokok bahasannya, pada dasarnya, menuntut agar guru dan murid mau memusatkan perhatian pada jalinan emosi kehidupan seorang anak, fokus jalinan emosi ini yang cendrung diabaikan hampir disemua sekolah (Amerika).
Self Science adalah perintis gagasan yang saat ini menyebar disekolah-sekolah dengan nama pembelajaran mulai dari Social Development, Life Skill, sampai Social and Emotional Learning. Beberapa tokoh penting seperti; Gardner tentang kecerdasan ganda, menggunakan istilah personal intelligence. Benang merahnya adalah sasaran untuk meningkatkan kadar keterampilan emosional dan sosial kepada anak sebagai bagian dari pendidikan reguler, bukan hanya sesuatu yang diajarkan sebagai tambal sulam kepada anak yang gagal dan yang dicap sebagai “tukang bikin onar”, melainkan sebagai rangkaian keterampilan dan pemahaman yang perlu bagi setiap anak.
Mata ajaran keterampilan emosional ini sedikit berkar jauh pada gerakan pendidikan afektif pada tahun 1960-an. Pemikiran yang ada pada waktu itu, bahwa pelajaran psikologis dan yang bersifat memotivasi  akan dapat dipelajari lebih mendalam andaikan pelajaran itu secara konseptual melibatkan pengalaman langsung tentang apa yang sedang diajarkan. Tetapi gerakan keterampilan emosional mengubah istilah pendidikan efektif secara terbalik, bukan menggunakan perasaan untuk mendidik, melainkan mendidik perasaan itu sendiri.
Titik awal baru yang menyertakan keterampilan emosional disekolah menjadikan emosi dan kehidupan sosial itu sendiri sebagai pokok bahasan, bukannya memeperlakukan sisi-sisi paling mencolok dalam kehidupan sehari-hari anak sebagai gangguan atau, bila sisi itu menyebabkan guncangan, menyuruh anak menghadap guru pembimbing atau kepala sekolah untuk ditertibkan.
Pelajaran itu sendiri sepintas lalu tampaknya biasa-biasa saja, samasekali tidak kelihatan sebagai suatu pemecahan terhadap masalah besar yang mereka tangani. Tetapi, ini seperti mendidik anak dirumah, pelajaran itu diberikan sedikit demi sedikit tetapi gamblang, secara teratur, selama periode beberapa tahun terus-menerus. Dengan demikian, pelajaran emosional menjadi tertanam; bila satu pengalaman diulang berkali-kali, otak memikirkannya sebagai jalur-jalur yang diperkuat, kebiasaan-kebiasaan saraf yang akan digunakan pada saat-saat sulit, frustrasi, sakit hati. Meskipun bahan sehari-hari dalam pelajaran keterampilan emosional, barangkali tampak sederhana, hasilnya, manusia yang bertemperamen baik jauh lebih penting bagi masa depan kita dari pada sebelumnya.
Hampir dua puluh tahun, kurikulum Self Scince muncul sebagai contoh pengajaran kecerdasan emosional. Inti ajaran Self Scince memiliki kemiripan butir-demi butirnya dengan unsur-unsur kecerdasan emosional. Topik yang diajarkan meliputi: kesadaran diri, dalam arti  mengenali perasaan dan menyusun kosa kata untuk perasaan itu, dan melihat kaiatan antara gagasan, perasaan, dan reaksi. Tekanan lain adalah mengelola emosi, menyadari apa yang ada dibalik suatu perasaan dan mempelajari cara untuk menanggani kecemasan, amarah, dan ksedihan. Kemampuan bergaul yang penting adalah empati, memahami perasaan orang lain dan menerima sudut pandang mereka serta menghargai perbedaan berbagai perasaan orang terhadap berbagai macam hal.
Beberapa program yang paling berhasil dalam keterampilan emosional telah dikembangkan untuk menanggani masalah tertentu, terutama tindak kekerasan. Salah satu kursus yang paling cepat berkembang dibidang keterampilan emosional yang diilhami untuk pencegahan adalah Resolving Conflict Creatively Program. Program ini memperlihatkan kepada murid bahwa meraka punya banyak pilihan untuk menangani konflik selain diam atau menyerang. Pelajaran emosi dapat berbaur secara wajar dalam pelajarn membaca dan menulis, kesehatan, sains, IPS, dan mata pelajaran wajib lainnya. Pelajaran keterampilan emosional lain seperti Chil Development Project, dan Parents and Teachers Helping Students (PATHS). Jadi pendek kata, rancangan terbaik program keterampilan emosional adalah; dimulai sejak dini, disesuiakan dengan usia, dilangsungkan sepanjang tahun ajaran, dan dikaitkan dengan sekolah, rumah dan masyarakat.
ULASAN TEORITIK ATAU PENERAPANNYA DALAM
PROSES PEMBELAJARAN

Sejak dini biasanya murid  diharapkan untuk mempunyai nilai yang bagus di sekolah. Setelah lulus, mereka diharapkan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat pembantunya meraih “masa depan yang cerah” dan gaji yang tinggi. Banyak orang tua, bahkan para guru, berpikir bahwa nilai tinggi dan lulusan sekolah merupakan jaminan untuk mendapatkan pekerjaan dan kesuksesan dalam karier.
Kenyataan ini memang tidak dapat disangkal. Kemampuan dan nilai akademis yang tinggi dapat membuka banyak pintu bagi kesuksesan seseorang. Akan tetapi, kenyataannya, baik dalam dunia kerja, pribadi, maupun proses belajar mengajar faktor ini hannya menyumbang kesuksesan 20%, sedangkan 80% faktor lain.
Satu hal yang perlu dilakukan oleh guru, kepala sekolah, dan praktisi pendidikan merancang pendidikan (bisa sekolah) berbasis kecerdasan emosional, karena  kecerdasan emosional (emotional intelligence) sangat penting dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan.  Pendidikan berbasis kecerdasan emosional  adalah lembaga yang mempersiapkan anak didik ke dunia nyata dengan mengajarkan mereka kemampuan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali, mengekspresikan, dan mengelola emosi, baik emosi dirinya sendiri maupun emosi orang lain, dengan tindakan konstruktif, yang mempromosikan kerja sama sebagai tim yang mengacu pada produktivitas dan bukan pada konflik.
Strategi yang dapat dimuncul dalam pendidikan berbasis kecerdasan emosional saat ini, bukan menciptakan kelas baru atau sekolah baru, melainkan mencampurkan pelajaran tentang keterampilan emosional dan hubungan dengan topik lain yang sudah diajarkan. Pelajaran emosi dapat berbaur secara wajar dalam pelajaran membaca dan menulis, kesehatan, sains, IPS dan mata pelajaran wajib lainnya. Meskipun di sekolah sekolah New Haven, Life Skills merupakan topik tersendiri di beberapa tingkat kelas, di tingkat kelas lain kurikulum perkembangan sosial itu dicampur dalam mata ajaran seperti membaca atau kesehatan.
Beberapa pelajaran itu bahkan diajarkan sebagai bagian dari pelajaran matematika-terutama keterampilan belajar dasar seperti bagaimana menyingkirkan gangguan, menyemangati diri sendiri untuk belajar dan mengatasi godaan agar kita dapat memusatkan perhatian pada pelajaran.
Pendidikan berbasis kecerdasan emosional yang dicantolkan dalam mata pelajaran yang ada saat ini, disusun program pembelajaran berbasis kecerdasan emosional maka satu saat akan menterjadikan murid memiliki kecerdasan emosional yang baik akan dapat dikenali melalui lima komponen dasar, yaitu; 1) Self-awareness (pengenalan diri) Mampu mengenali emosi dan penyebab dari pemicu emosi tersebut. Jadi, dia mampu mengevaluasi dirinya sendiri dan mendapatkan informasi untuk melakukan suatu tindakan. 2) Self-regulation (penguasaan diri), Seseorang yang mempunyai pengenalan diri yang baik dapat lebih terkontrol dalam membuat tindakan agar lebih hati-hati. Dia juga akan berusaha untuk tidak impulsif. Akan tetapi, perlu diingat, hal ini bukan berarti bahwa orang tersebut menyembunyikan emosinya melainkan memilih untuk tidak diatur oleh emosinya. 3) Self-motivation (motivasi diri), Ketika sesuatu berjalan tidak sesuai dengan rencana, seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi tidak akan bertanya “Apa yang salah dengan saya atau kita?”. Sebaliknya ia bertanya “Apa yang dapat kita lakukan agar kita dapat memperbaiki masalah ini?”. 4) Empathy (empati), Kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain dan merasakan apa yang orang lain rasakan jika dirinya sendiri yang berada pada posisi tersebut. 5) Effective Relationship (hubungan yang efektif), Dengan adanya empat kemampuan tersebut, seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif. Kemampuan untuk memecahkan masalah bersama-sama lebih ditekankan dan bukan pada konfrontasi yang tidak penting yang sebenarnya dapat dihindari. Orang yang mempunyai kemampuan intelegensia emosional yang tinggi mempunyai tujuan yang konstruktif dalam pikirannya.

______________________________________________________________

DAFTAR BACAAN
Agustian, A.G. 2007. Emotional Spiritual Quotient. Jakarta:  Arga Publishing.
Corey, Gerald. 1982. Theory and Practice of Counseling and Psychoterapy, Scond Edition. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company.
Gardner, H. 2006. Multiple Intelligences. New Horizons Completely Revised and Updated. New York: Basic Books.
Goleman, D. 1995. Emotional Intelligence. Why it Can Matler Mur Than I.Q. New York: Bantam Books.
Martin, A.D. 2003. Emotional Quality Management. Jakarta:  Arga Publishing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar