DIRI YANG BERTAKBIR
II [Ust. Dr. Yuzarion, S.Ag.,
S.Psi., M.Si.]* II
Gemuruh suara takbir, tahmid, dan
tahlil berkumandang malam ini pertanda satu kemenangan telah hadir pada diri
insan-insan yang muttaqien.
Kemenangan bagi setiap nafsani yang bershiamu ramadhan tahun ini dengan penuh keimanan dan perhitungan. Maka mereka akan diampuni seluruh dosa-dosa yang berlalu, berbahagialah setiap diri yang masih dimampukan untuk bertakbir.
Takbir, tahmid, dan tahlil keluar dari lisanya diri muttaqien yang sedang
berucap syukur atas anugrah yang agung ini:
َ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur (Qs: al-Baqarah: 185).
Malam
ini setiap nafsani merayakan kemenangan dengan semangat kebersyukuran yang dalam
untuk mengagungkan, membesarkan asma Allah SWT.
Allahu Akbar 2x, Laa ilaa ha
illallaah Wallaahu Akbar, Allaahu Akbar Walillaahilhamd.
Jika ramdahan di ibaratkan
sebagai perguruan tinggi, maka pada diri yang bertakbir tak ubahnya sebagai
mahasiswa yang sedang merayakan kelulusannya, besok pagi para mahasiswa
shaimin dan shaimat akan diwisuda menjadi sarjana ramadhan dan
lebih membahagiakan diri yang bertakbir mereka menjadi diri
yang muttaqien.
Sadara atau tidak, pasti
belum semua
diri lulus dengan hasil memuaskan, sungguh belum semua diri pada malam ini menjadi hamba-hamba
Allah SWT
muttaqienn.
Masih banyak diantara diri yang berpuasa hanya
menahan lapar dan dahaga, masih banyak diantara diri yang tidak
mempuasakan anggota badan seperti mulut dan kemaluan. Merekalah yang
dikhawatirkan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
“Kam min sho imin, laisalahu
min shi yaa mi hi, ilal juu’ wal athos”
Artinya: “Betapa banyak
mereka yang berpuasa dan tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar
dan dahaga” (HR. Nas’i dan Ibnu Majah).
Seyokyanya ramadhan berlalu
meninggalkan bekas, ini salah satu ciri diterimanya ibadah. Seorang ulama
pernah berucap: “Ketaatan itu diterima, ketika ia melahirkan ketaatan yang
lain”.
Diantara nafsani telah banyak
melakukan ibadah, tapi masih sering bergelimang maksiat, kita harus segera
mengevaluasi diri, jangan-jangan ibadah selama
ramadhan hanya
sebatas formalitas dimata manusia dan sia-sia dihadapan Allah SWT.
Ramadhan datang silih
berganti, ramadhan datang dengan panggilan mulia:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
Semoga setiap diri yang bertakbir malam ini menjadi pribadi yang muttaqien. Kepribadian muttaqien akan terealisasi dalam kehidupan sebelas bulan yang akan datang.
Pada bulan ramadhan dilaksanakan puasa dengan Ikhlas kerena Allah lillaahu ta’ala, setiap diri rela untuk tidak makan dan minum pada siang hari, walaupun semua itu ada dihadapan.
Setiap diri shaimin dan shaimat berusaha sekuat diri meninggalkan perbuatan-perbuatan yang terlarang. Setiap nafsani menjadikan dirinya senantiasa bertaubat dari segala tingkah laku yang mengandung dosa.
Setiap diri berikhtiar menjaga keluarga dari segala hal-hal yang subhad, selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, bahkan diri selalu merasa sangat dekat dengan Allah SWT selama ramadhan.
Sehingga semua aktifitas kehidupan mencerminkan kepribadian Islami, cara bicara, bicara Islami, cara berpakaian, berpakaian Islami, cara pergaulan, pergaulan Islami. Itulah Kepribadian Muttaqien.
Selama ramadhan dituntun diri untuk senantiasa mebaca, mendalami dan mempelajari Al-Qur’an, menterjemahkan Al-Qur’an, mengkaji tafsir Al-Qur’an.
Setiap diri berikhtiar mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan, itulah sesungguhnya kepribadian Qur’ani yang terealisasi sebelas bulan pasca ramadhan. Itulah Kepribadian Muttaqien.
Pada bulan ramadhan semua diri menyantuni fakir miskin, anak yatim, dan kaum dhuafa. Sesungguhnya itu merupakan wujud dari kepedulian sosial, untuk itu juga menjelang Idul Fitri di penghujung ramadhan, diri yang bertakbir wajib hukumnya membayar zakat fitrah.
Tujuan mulia zakat fitrah jangan ada diantara kaum muslimin merasa sedih saat hari kemenangan itu tiba, maka setiap nafsani diri berikhtiar kuat untuk untuk saling berbagi, Itulah Kepribadian Muttaqien.
Dihari nan fitri ini setiap diri yang bertakbir merayakan hari kemenangan dengan saling berjabat tangan, saling memberi dan meminta maaf.
Bersimpuh dihadapan orangtua memohon ampun atas segala silaf dan kilaf yang diperbuat, sangat banyak kata, ucapan, dan perbuatan yang selalu menyakiti hati ayah ibunda tercinta, saban hari dilakukan, hanya ada satu kata yang tepat untuk itu”
“Mohon maaf lahir dan batin” sambil mencium dan memeluk mereka yang masih hidup berderai doa dan air mata dikala mereka sudah pergi untuk selama-lamanya:
“Allaahummahgfirli Wali Walidaiya Warhamhuma Kama Rabbayani Shaghira”
Tidak sedikit silaf dan kilaf diri perbuat dalam hidup ini untuk sesama, tidak ada kata yang lebih mulia pada saat ini, kecuali:
“Taqabalallahu minna waminkum, Shiyamana wa shiyamakum, Minal ‘aidin walfa izin, mohon maaf lahir dan batin.”
Maka leburlah semua kesalahan dalam ampunan dan maghfirah-Nya.
Diri yang bertakbir, Itulah Sesungguhnya Kepribadian Muttaqien.
Doa penutup tulisan hari ini: Allâhummaj’al sa’yî fîhi
masykûran wa dzanbî fîhi maghfûran wa ‘amalî fîhi maqbûlan wa ‘aybî fîhi
mastûran yâ asma’as sâmi’îna.
”Ya Allah… jadikanlah setiap usahaku di bulan Ramadhan ini sebagai ungkapan rasa syukur, semoga dosa-dosaku diampuni, amal shalehku di terima, dan seluruh aib
kejelekanku ditutupi. Wahai
Yang Maha Mendengar dari semua yang mendengar, kabulkanlah doa dan permohonanku
ini🤲*
Kampoeng Santri Kotagede Jogjakarta
Tanggal 30 Ramadhan 1443 H/ 1 Mei
2022 H.
Salam Abdoellah
*Dosen Psikologi Islam UAD Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar